Studi Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan program Posyandu yang tersebar luas di seluruh Indonesia merupakan wadah peran serta masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Hal ini sesuai dengan program dan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, khususnya Posyandu sebagai salah satu unit terkecil dari pelayanan kesehatan masyarakat.

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah sistem pelaksanaan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya dan merupakan wadah komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis, yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program Keluarga Berencana (KB), program gizi, Imunisasi dan program pemberantasan penyakit diare maupun berbagai program pengembangan lainnnya yang terkait dengan kegiatan masyarakat (Anonim, 1989).

Untuk mewujudkan program dan kebijakan pemerintah tersebut maka diperlukan suatu program pelaksanaan yang efektif, sistematis dan terpadu serta memperhitungkan situasi dan kondisi masyarakat setempat yang mempengaruhi jalannya program.

Mengingat pentingnya peran Posyandu khususnya pada saat ini dalam menanggulangi gizi buruk melalui revitalisasi posyandu, maka dilakukan upaya-upaya antara lain pemberdayaan kader melalui pelatihan kadeer posyandu, hal ini dimaksudkan agar kader posyandu dapat meningkatkan kinerjanya untuk malayani sasaran dan mengelola Posyandu secara efektif.

Program Posyandu yang telah berjalan beberapa tahun ternyata kinerjanya menurun, hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia, dan juga karena pelaksanaan kegiatan Posyandu yang bersifat rutin dan kurang menarik sehingga menimbulkan kejenuhan para kader dan pengelola posyandu yang dibentuk dari upaya pengamanan sosial setempat dalam menghadapi kesulitan sebagai panutan setempat. Untuk itulah menjadi tugas kita semua untuk mengaktifkan kembali potensi kemasyarakatan ini agar selalu ada dan siap melayani masyarakat secara efektif terutama kepada balita dan anak-anak seperti diare, radang paru-paru (pnemonia), kurang gizi dan sebagainya yang mudah diatasi dan bahkan dicegah asal di diagniosa sedini mungkin.

Berbagai program yang dilakukan di Posyandu meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Gizi, Imunisasi dan pemberantasan penyakit diare. Wujud kelima program tersebut adalah pemberian pelayanan yang bermutu bagi terpeliharanya kesehatan ibu dan anak mulai dari saat ibu hamil, pertolongan pada saat persalinan dan pelayanan bagi kesehatan dan pertumbuhan anak.

Pemerintah menyadari sepenuhnya akan pentingnya pelaksanaan program masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak seluruh pelosok tanah air. Hal ini dapat dilihat dari upaya pemerintah dan masyarakat dalam membangun sarana Posyandu. Upaya-upaya ini ditujukan untuk meningkatkan mutu palayanan kesehatan kepada segenap anggota masyarakat, khususnya dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak, menurunkan angka kelahiran serta meningkatkan kesadaran untuk berperilaku hidup sehat.

Di Sulawesi Tenggara pada tahun 2004 jumlah posyandu aktif mengalami penurunan yang cukup berarti yaitu 1.745 unit (23.2%) dari jumlah posyandu yang ada sebanyak 2.271 unit. Dari hasil analisis perkembangan posyandu diperoleh hasil tingkat perkembangan posyandu sebagai berikut : Posyandu Pratama sebanyak 442 unit (24,3 %), Posyandu Madya sebanyak 645 unit (37,2%), Posyandu Purnama sebanyak 549 unit (31,650%) dan Posyandu Mandiri sebanyak 121 unit (6,9%) (Dinkes Provinsi Sultra).

Di Kecamatan Baruga upaya peningkatan mutu pelayanan Posyandu kepada masyarakat telah dijalankan dengan pelaksanaan program posyandu. Hasil upaya peningkatan mutu tersebut terlihat cukup menggembirakan dimana dalam lima tahun terakhir di Posyandu angka kematian ibu dan anak semakin menurun. Namun hasil masih perlu adanya usaha untuk lebih menurunkan angka kelahiran serta upaya meningkatkan kesadaran untuk berperilaku hidup sehat.

Berdasarkan data dan pengamatan penulis Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga pada tahun 2007 jumlah posyandu tercatat 18 unit dengan strata sebagai berikut : Posyandu Pratama berjumlah 3 unit, Posyandu Madya berjumlah 4 unit, Posyandu Purnama jumlah 10 unit, dan Posyandu Mandiri 1 unit, sedangkan jumlah kader tercatat sebanyak 123 orang (Sumber : Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga 2008).

Berdasarkan data yang diperoleh pada posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga pada tahun 2008 proses pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) mencakup dua kegiatan, yaitu pelaksanaan penyuluhan KB dengan realisasi pencapaian kegiatan sebesar 51,3%, proses pelayanan penggunaan kontrasepsi mencapai 80% dan proses pelayanan ulang peserta Keluarga Berencana mencapai 91,7%. Proses pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak meliputi dua kegiatan, yaitu pemeriksaan ibu hamil mencapai 70% dan pemeriksaan bayi dan anak balita mencapai 91,5%. Untuk proses kegiatan perbaikan gizi keluarga mencakup penimbangan balita mencapai 100%, pemberian makanan tamabahan mencapai 30,5% dan proses pelaksanaan penyuluhan gizi mencapai 40,5%. Untuk kegiatan imunisasi mencakup proses penyuluhan imunisasi mencapai 60,7% proses pelaksanaan imunisasi bayi dan anak balita mencapai 70,3% dan pelaksanaan imunisasi ibu hamil mencapai 50,1%. Untuk proses kegiatan penanggulangan penyakit diare mencakup proses penyuluhan penyakit diare mencapai 50% dan proses demonstrasi pemakaian dan pembuatan oralit/LGG mencapai 40%.

Secara teknis pelaksanaan program posyandu yang mendukung upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan telah berjalan sesuai dengan petunjuk kenyataan menunjukkan bahwa hasil pelaksanaan berbagai program yang meliputi Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, Imunisasi dan pemberantasan penyakit diare belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dengan dasar itulah maka penulis telah melakukan penelitian dengan judul ”Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2009”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka permasalahan yang akan dijawab dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil pelayanan kesehatan ibu hamil di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

2. Bagaimana hasil pelayanan Perbaikan Gizi di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

3. Bagaimana hasil pelayanan imunisasi di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

4. Bagaimana hasi pelayanan pemberantasan penyakit diare di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui evaluasi hasil Kegiatan posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui hasil pelayanan Kesehatan Ibu Hamil di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

b) Untuk mengetahui hasil pelayanan Perbaikan Gizi di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

c) Untuk mengetahui hasil pelayanan imunisasi di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

d) Untuk mengetahui hasil pelayanan pemberantasan penyakit diare di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat atau output yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis, memberikan masukan dan pertimbangan kepada pelaksana program Posyandu di Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

2. Manfaat praktis, memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya sekaligus menambah kemampuan ilmiah penulis sesuai dengan disiplin ilmu administrasi kesehatan.

3. Bagi peneliti lainnya, data hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan dengan objek yang relevan.

4. Bagi penulis, dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan berfikir dalam rangka mengimplementasikan teori yang selama ini diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Evaluasi

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah suatu prosedur kompleks yang melibatkan pelayanan paripurna : kegiatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Holistik : jasmani, rohani, sosial, dan lingkungan masyarakat berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi, iman dan takwa : Kedokteran, Antropologi, Sosial ekonomi, Agama, budaya, Hukum, Politik dan sebagainya. Dengan demikian, evaluasi pelayanan kesehatan adalah bersifat multidimensional mencakup riwayat penyakit, proses pelayanan, sasaran, efisiensi, efektivitas, dimensi-dimensi mutu dan sistem pelayanan (Wijono, 1999).

a. Pengertian

Penilaian (evaluasi) adalah kegiatan untuk membandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditentukan. Penilaian merupakan alat penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan untuk membantu pengambulan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan maupun pada tingkat pelaksanaan program. Menurut WHO, berdasarkan pengalaman dan mempergunakan pelajaran yang dipelajari untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan serta meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk kegiatan masa mendatang (Wijono, 1999).

Perkumpulan ahli kesehatan masyarakat Amerika (American Public Health Association) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Proses ini paling sedikit mencakup langkah-langkah memformulasikan tujuan, mengidentifikasikan kriteria yang tepat yang akan dipakai mengukur sukses, menentukan dan menjelaskan besarnya sukses dan rekonendasi untuk porgram selanjutnya. Jadi, ada dua unsur konseptual penting dalam definisi ini yaitu nilai atau besarnya sukses dan tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan secara operasional yang penting dalam defenisi ini adalah kriteria dan menentukan serta menjelaskan bersarnya sukses (Mantra, 1997).

Klineberg mendefenisikan evaluasi sebagai suatu proses yang memungkinkan administrator mengetahui hasil programnya dan berdasarkan itu mengadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan secara efektif. Jadi, menurut klineberg evaluasi itu tidak sekadar menentukan keberhasilan atau kegagalan tetapi juga mengetahui mengapa keberhasilan atau kegagalan itu terjadi dan apa yang bisa dilakukan terthadap hasil-hasil tersebut (Manira, 1997).

b. Jenis Evaluasi Program dan Mengukur Hasilnya

Untuk evaluasi porgram kesehatan masyarakat, Dr. George James (1962) menekankan empat kategori yaitu (a) usaha (effect), (b) penampilan (performance), (c) kecukupan penampilan (adequacy of performance) dan (d) efisiensi (efficiency) yang oleh Schulberg dkk dalam Wijono (1999) disarikan sebagai berikut :

2.1 Evaluasi formatif yaitu suatu evaluasi yang dilaksanakan pada tahap pengembangan program, jadi sebelum program dimulai, evaluasi formatif ini akan dipergunakan untuk mengembangkan program agar program bisa sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran.

2.2 Evaluasi proses adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural dari program. Evaluasi proses ini menilai apakah elemen-elemen spesifik seperti fasilitas, staf, tempat atau pelayanan sedang dikembangkan atau diberikan sesuai rencana.

2.3 Evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang memberikan pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu. Ini memungkinkan pengambilan kebijkan merencanakan dan mengalokasikan resources.

2.4 Evaluasi dampak program adalah suatu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pada terget sasaran.

c. Kerangka evaluasi

Sebelum melaksanakan evaluasi, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:

3.1 Yang diintervensi memang bisa berubah. Evaluasi hanya akan berguna kalau masalah yang diintervensi bisa berubah. Kalau tidak, maka evaluasi akan tidak ada gunanya sama sekali.

3.2 Indikator. Dalam evaluasi perlu ditetapkan indikator-indikator yang bisa diukur untuk menentukan apakah kegiatan berhasil atau gagal.

3.3 Prinsip dasar intervensi. Kualitas suatu evaluasi dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa prinsip yaitu karena majemuknya perilaku manusia itu, maka seringkali diperlukan lebih dari satu intervensi untuk bisa terjadinya perubahan.

3.4 Target sasaran yang jelas. Evaluasi yang dilakukan dengan mengukur perubahan-perubahan pada target populasi. Target populasi ini dapat berupa organisasi atau individu. Kalau yang dievaluasi adalah organisasi, maka evaluasi menidentifikasi dan menganalisa masalah-masalah organisasi, mengamati proses pemberian pelayanan oleh organisasi tersebut untuk mencapai tujuan organisasi tersebut dan terus mengikuti luaran yang dihasilkan untuk mengukur kemajuan pencapaian tujuan (Depkes. RI, 2004).

d. Evaluasi Input (Masukan)

Evaluasi yang tepat dan baik memungkinkan kita mentafsirkan hasil akhir evaluasi secara akurat. Seringkali efektivitas suatu program sangat menurun karena intervensi yang tepat tidak dilaksanakan atau bisa juga karena intervensi yang tepat itu dalam pelaksanaannya tidak diarahkan pada target sasaran yang tepat atau bisa juga karena kedua-duanya. Bila suatu program dievaluasi secara baik, maka hal-hal tersebut di atas dapat diketahui pada tahap awal dan ini sangat penting untuk memahami hasil akhir suatu evaluasi program tersebut. Sealin itu evaluasi input memberikan juga informasi yang penting untuk diffusi dan perluasan program (Mantra, 1997).

e. Evaluasi Proses

Evaluasi proses adalah suatu proses yang memberi gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural daripada program. Evaluasi proses ini menilai apakah elemen-elemen spesifik seperti fasilitas, staf, tempat atau pelayanan sedang dikembangkan atau diberikan sesuai rencana (Mantra, 1997).

Evaluasi proses mencakup pencatatan dan penggambaran kegiatan-kegiatan program tertentu yaitu tentang apa, seberapa banyak, untuk siapa, kapan dan oleh siapa. Evaluasi proses juga mencakup monitoring frekuensi partisipasi terget sasaran dan dipergunakan untuk memastikan frekuensi dan luasnya inplementasi program atau elemen program tertentu. Data untuk evaluasi ini diperoleh dari staf, konsumen atau evaluator luar mengenai kualitas dari rencana inplementasi dan tentang ketepatan isi, metode, materi, media dan instrumen (Mantra, 1997).

f. Evaluasi Output (Hasil)

Suatu evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau perbaikan dalam morbiditas, mortalitas, atau indikator status kesehatan lainnnya untuk sekelompok penduduk tertentu. Mengingat penyakit-penyakit kronis dewasa ini. Mungkin indikator status kesehatan bukan titik akhir dari suatu program kesehatan, kecuali kalau program cukup sumber daya dan berlangsung terus untuk beberapa tahun (Azwar, 1996).

B. Evaluasi Pada Program Kesehatan

Evaluasi program kesehatan perlu senantiasa dilaksanakan secara rutin dimaksudkan untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rencana yang telah dibuat maupun tolak ukur yang telah ditetapkan. Pada umumnya evaluasi dilaksanakan terhadap program-program pembangunan kesehatan ditingkat kabupaten atau kota, rumah sakit swasta serta penilaian terhadap puskesmas dengan instrumen stratifikasi Puskesmas.

Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan adalah suatu prosedur yang kompleks dengan banyak melibatkan kegiatan preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif yang dikoordinir secara administratif yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, ekonomi, hukum, manajemen, sosial, perilaku dan kendala-kendala politis. Dengan demikian evaluasi adalah bersifat multidimensi dan kompleks.

a. Batasan Evaluasi Pelayanan Kesehatan

Evaluasi pelayanan kesehatan dapat didefenisikan adalah ketetapan formal dari efektivitas, efisiensi dan akseptibiliti dari intervensi yang direncanakan dalam mencapai sasaran (obyektif) yang ditetapkan (Walter. W. Holland) dalam Wijono (1999).

Efektivitas dari intervensi adalah sautu ukuran dari outcome secara teknis dari segi medis, psikologi dan sosial. Dengan demikian evaluasi pelayanan kesehatan adalah suatu issu kompleks yang meliputi evaluasi program, ketenagaan dan sumber daya lain dalam suatu sistem pelayanan kesehatan yang kompleks sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.




Gambar 1. Model Program Pelayanan Kesehatan (Wijono, 1999)

b. Aspek-Aspek Evaluasi Pelayanan Kesehatan

Beberapa aspek yang berhubungan dengan sistem pelayanan kesehatan antara lain adalah :

2.1 Formulasi sasaran

Formulasi sasaran program kesehatan seharusnya adalah jelas, karena tanpa adanya sasaran yang jelas tidak dapat dilakukan monitoring dan tidak dapat dievaluasi. Sasaran hendaknya dapat diukur dan mengandung kriteria-kriteria evaluasi.

2.2 Needs (kebutuhan)

Pada tingkat dasar kebutuhan untuk pemeliharaan kesehatan adalah jumlah dari kebutuhan-kebutuhan individu dalam masyarakat atau perbedaan antara tingkat kesehatan sesungguhnya dengan tingkat optimal kesehatan, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan sumber daya. Namun membuat prioritas dari kebutuhan adalah penting dalam perencanaan.

2.3 Want (keinginan)

Pada saat seseorang individu mengenali kebutuhannya untuk pemeliharaan kesehatan dalam hal ini sebagai keinginan atau kemauan (Wants). Keinginan atau kemauan yang jelas dibatasi persepsi dari individu ia mungkin tidak sadar pelayanan tertentu adalah diterima atau keadaan dapat diobati. Sebaiknya mungkin pengobatan secara religi lebih diinginkan daripada pengobatan modern.

2.4 Demand (permintaan)

Keinginan atau kemauan (want) yang diterjemahkan ke dalam perilaku mencari pelayanan kesehatan disebut permintaan atau tuntutan (demands). Permintaan adalah suatu fungsi dari kebutuhan (needs) dan faktor-faktor lain termasuk kemampuan pelayanan dan keadaan sosial ekonomi seperti income, kelas dan besar keluarga.

2.5 Utilization (penggunaan)

Evaluasi pengguanaan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia perlu dilakukan agar pelayanan dapat diketahui apakah efisien dan efektif atau tidak terjadi pemborosan yang tidak diinginkan.

2.6 Acceptability (akseptabiliti)

Dapat diterimanya pelayanan kesehatan oleh masyarakat adalah sangat penting meskipun sering mengabaikan aspek pelayanan kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan tidak dapat diterima, kemudian tanpa menghiraukan efektivitas dan efisiensinya ini mungkin gagal untuk mencapai sasaran yang ditentukan apabila masyarakat menolak menggunakannya.

2.7 Acceptance (penerimaan)

Penerimaan (acceptance) dapat didefinisikan sebagai proses sosial oleh seseorang individu atau kolektif dari penerimaan pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang menentukan penerimaan pelayanan kesehatan termasuk variabel fisik dari ketentuan pelayanan kesehatan seperti aksesabiliti dan kemampuan serta aspek kognitif seperti kesadaran dari eksistensi program pemeliharaan kesehatan dan persepsi terhadap sakit dan resiko.

2.8 Kemamuan penerimaan

Aksesabiliti berhubungan dengan siapa orang (pasien, dokter atau orang dalam risiko) yang seharusnya menerima pelayanan kesehatan atau paparan terhadap resiko kesehatan. Ini ditetapkan oleh konsep tentang kemanan dan resiko, norma dari paparan, pengaturan perlindungan, paparan yang diizinkan atau diabaikan dan kesejahteraan.

C. Tinjauan Umum Tentang Posyandu

1. Pengertian Posyandu

Posyandu adalah singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu. Keterpaduan adalah penyatuan/ penyerasian dinamis kegiatan dari paling sedikit daua program untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Dengan dinamis dimaksudkan bahwa keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas. Keterpaduan dalam aspek sasaran, lokasi kegiatan, petugas penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya. Kini keterpaduan lebih dikembangkan untuk penyerasian dinamis berbagai program yang berkaitan dan mempunyai dampak peningkatan taraf kesehatan dan pembangunan kesejahteraan rakyat pada umumnya (Idrus M, 2006 : 2).

Posyandu merupakan wadah peran serta masyarakat dalam pemenuhan dasar dan gizi melalui peran serta masyarakat dan penyediaan pelayanan yang berkualitas. Posyandu diselenggarakan dan dikelola oleh masyarakat desa dengan bimbingan berkala dari Puskesmas. Kegiatan posyandu mendapat dukungan teknis dari Departemen kesehatan, BKKBN, Pertanian, Agama dan bantuan financial dari pemerintah daerah setempat, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat (Idrus M, 2006 : 3).

Dalam revitalisasi kegiatannya yaitu pelatihan pelatih dan kader, peningkatan jangkauan pelayanan, peningkatan peran serta masyarakat dan membangun kemitraan. Optimalisasi kegiatan posyandu, pelayanan terutama pada Baduta dan memperkuat dukungan pendampingan dan pembinaan oleh tenaga profesional dan tokoh masyarakat. Kegiatan utaman yang minimal pada posyandu adalah Kesehatan Ibu dan Anak, Imunisasi, Gizi dan Penanggulangan diare serta kegiatan pengembangan pilihan lainnya sesuai dengan wilayahnya (Idrus M, 2006 : 4).

Stratifikasi Posyandu berdasarkan atas dasar indikator, yang digolongkan menjadi 4 angkatan Kemandirian Posyandu atau stratifikasi yang dijelaskan dalam tabel berikut :

No

Indikator

Pratama

Madya

Purnama

Mandiri

1

Frekuensi Penimbangan

<>

> 8

> 8

> 8

2

Rerata jumlah Kader bertugas

<>

> 5

> 5

> 5

3

Rerata cakupan D/S

<>

<>

> 50%

> 50%

4

Cakupan Kumulatif KB

<>

<>

> 50%

> 50%

5

Cakupan Kumulatif KIA

<>

<>

> 50%

> 50%

6.

Cakupan Kum. Imunisasi

<>

<>

> 50%

> 50%

7

Program Tambahan

( - )

( - )

( + )

( + )

8

Cakupan Dana Sehat

<>

<>

> 50%

> 50%

(Idrus M, 2006 : 4)

Dalam rangka menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, dalam pelita IV telah dikembangkan pendekatan partisipasi masyarakat berupa Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Posyandu tersebut membina masyarakat untuk berusaha menolong mereka sendiri dalam melaksanakan 5 program prioritas yang mempunyai dampak besar dalam menurunkan angka kematian bayi bumil dan balita (Anonim, 1998 : 15).

Posyandu sebagai wujud peran serta masyarakat, yang bekerja sama dengan petugas kesehatan, dilaksanakan setiap bulan dengan cara melaksanakan di posyandu yaitu dengan menggunakan 5 meja, 4 meja di gunakan oleh kader posyandu, dan 1 meja digunakan oleh petugas kesehatan.

Selain 5 program posyandu, kegiatan bulanan di posyandu juga merupakan kegiatan yang bertujuan untuk (Anonim, 2003 : 1) :

a. Membantu pertumbuhan berat badan bayi dan anak balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).

b. Memantau perkembangan dan kesehatan ibu hamil.

c. Memberikan konseling gizi, memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar, KB, serta penanggulangan diare.

Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita setiap bulan, di dalam KMS berat badan balita setiap bulan di isikan dengan titik dan dihubungkan garis sehingga membentuk grafik pertumbuhan anak. Berdasarkan garis pertumbuhan ini dapat di nilai apakah berat badan anak hasil penimbangan dua bulan berturut-turut naik (N) atau tidak naik (T) dengan cara ditetapkan dalam buku pada panduan penggunaan KMS bagi petugas kesehatan. Selain informasi N dan T, dari kegiatan penimbangan di catat pula pada jumlah anak yang datang ke Posyandu dan ditimbang (D), jumlah anak yang tidak ditimbang bulan lalu (O), jumlah anak yang baru pertama kali di timbang (B), dan banyaknya anak yang berat badannya di Bawah Garis Merah (BGM). Catatan lain yang ada di wilayah kerja posyandu (S), dan jumlah yang memiliki KMS pada bulan yang bersangkutan (K).

Data yang tersedia di posyandu dapat dibagi menjadi dua kelompok sesuai dengan fungsinya (Anonim, 2003 : 1) yaitu :

a. Kelompok data yang digunakan untuk penentuan pertumbuhan balita baik untuk : a) penilaian keadaan pertumbuhan individu (N atau T dan BGM) dan b) penilaian keadaan pertumbuhan balita di suatu wilayah (% N/D).

b. Kelompok data yang digunakan untuk tujuan pengelolaan program/kegiatan di posyandu (% D/S dan % K/S).

Posyandu merupakan penyatuan/penyerasian dinamis kegiatan-kegiatan dari program KIA, KB, Imunisasi, gizi serta penanggulangan Diare, untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Posyandu adalah suatu tempat untuk mengadakan suatu kegiatan pelayanan dan penimbangan balita.

Posyandu adalah forum komunikasi, ahli teknologi dan ahli kelola untuk upaya-upaya kesehatan kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya sebagai upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar hidup sehat. (Sciartino, 1999 dalam Hayati 2005).

2. Tujuan Posyandu

Tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera NKKBS) dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan. Fungsi posyandu secara umum yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sedangkan sasaran posyandu yaitu bayi (0 – 1 tahun), anak Balita (1 – 4 tahun), ibu hamil, melahirkan dan menyusui, PUS (Pasangan Usia Subur) dan kelompok sasaran lain seperti Wanita Usia Subur, Calon Pengantin, Usila dan Remaja (Idrus M, 2006 : 3).

3. Manfaat Posyandu

Manfaat dari posyandu secara umum yaitu :

3.1.1 Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

3.1.2 Memperoleh bantuan sarana professional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak.

3.1.3 Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait.

3.1.4 Mendapatkan informasi terdahulu tentyang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.

4. Posyandu dalam Sistem 5 Meja

Kader Posyandu merupakan pelaksanaan teknis di Posyandu yang menjadi bagian dari indikator kemandirian posyandu yang melaksanakan kegiatan rutin di posyandu dalam sistem 5 meja, yaitu melaksanakan di 4 meja. Tugas kader dalam rangka penyelenggaraan posyandu, dibagi dalam 3 kelompok yaitu :

4.1 Tugas sebelum hari buka posyandu atau disebut juga pada H-Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas persiapan oleh kader agar kegiatan pada hari buka posyandu berjalan dengan baik yaitu meliputi :

4.1.1 Menyiapkan alat dan bahan yaitu : alat penimbang, kartu Menuju Sehat (KMS), alat peraga, alat pengukur, alat pengukur lila, obat-obatan yang dibutuhkan (pil besi, vitamin A, oralit, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan), bahan/materi penyuluhan dan lain-lain.

4.1.2 Mengundang dan menyelenggarakan pertemuan di masyarakat, yaitu memberitahu ibu-ibu untuk datang di posyandu, serta melakukan pendekatan tokoh yang bisa membantu memotivasi masyarakat untuk datang ke posyandu.

4.1.3 Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas diantara kader posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan.

4.2 Tugas pada hari buka posyandu atau disebut juga tugas pada hari H Posyandu yaitu berupa tugas-tugas untuk melaksanakan pelayanan 5 meja, yaitu meliputi :

4.2.1 Meja – 1, terdiri dari tugas-tugas berikut :

4.2.1.1 Mendaftarkan bayi dan anak balita, yaitu menuliskan nama balita pada KMS dan secarik kertas yang diselipkan pada KMS.

4.2.1.2 Mendaftarkan ibu hamil, yaitu mencatat nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil.

4.2.2 Meja – 2 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut :

4.2.2.1 Menimbang bayi dan anak balita

4.2.2.2 Mencatat hasil penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan pada KMS.

4.2.3 Meja – 3 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut :

4.2.3.1 Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita secarik kertas ke dalam KMS anak tersebut

4.2.4 Meja – 4 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut :

4.2.4.1 Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS kepada ibu dari anak yang bersangkutan.

4.2.4.2 Memberikan penyuluhan kepada setiapibu dengan mengacuh pada data KMS anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran.

4.2.4.3 Memberikan rujukan ke puskesmas apabila diperlukan, untuk balita, ibu hamil dan menyusui berikut ini :

a. Balita : apabila berat badannya di bawah garis merah (BGM) pada KMS, 2 kali berturut-turut berat badannya turun, kelihatannya sakit (lesuh, kurus, busung lapar, mencret, rabun mata, dan sebagainya).

b. Ibu hamil atau menyusui apabila keadaannya kurus, pucat, bengkak kaki, pusing terus-menerus, pendarahan, sesak nafas, gondokan,dan sebagainya

c. Orang sakit

4.2.4.4 Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader posyandu misalnya pemberian pil tambahan darah (pil besi), vitamin A, oralit, dan sebagainya.

4.2.5 Meja – 5 merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKS, PPL, dan lain-lain, pelayanan yang diberikan antara lain yaitu, pelayanan konseling gizi, pelayanan imunisasi, pelayanan keluarga berencana (KB), pengobatan, pemberian pil tambahan darah (zat besi), vitamin A, dan obat-obatan lainnya.

4.2.5.1 Tugas sesudah posyandu atau disebut juga pada H+ posyandu, yaitu berupa tugas-tugas sesudah posyandu yaitu meliputi :

a. Memindahkan catatan dalam Kartu Menuju Sehat ke dalam buku register atau buku bantu kader.

b. Menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan pada posyandu pada bulan berikutnya.

c. Kegiatan diskusi kelompok (penyuluhan) bersama ibu-ibu yang lokasi rumahnya berdekatan misalnya : kelompok dasawisma.

4.2.5.2 Kegiatan kunjungan rumah/penyuluhan (perorangan) sekaligus untuk tindak lanjut dan mengajak ibu-ibu datang ke posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.

5. Indikator Posyandu

Kemajuan kegiatan Posyandu dapat diukur dari aspek input/masukan, proses, keluaran output dan dampak outcome sebagai berikut :

5.1 Masukan (Input)

5.1.1 Jumlah kader terlatih

5.1.2 Ketersediaan sarana timbangan, KMS/Buku KIA dan register posyandu

5.1.3 Adanya dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat, pemerintah dan lembaga donor untuk kegiatan posyandu.

5.2 Proses

5.2.1 Frekuensi Posyandu Buka

5.2.2 Rata-rata Kader

5.2.3 D/K

5.2.4 Frekuensi kunjungan petugas ke posyandu

5.3 Keluaran (Output)

5.3.1 Adanya pelayanan kesehatan kegiatan minimal di 5 meja

5.3.2 Adanya penimbangan

5.3.3 Adanya penyuluhan

5.4 Hasil/Dampak (Outcome)

5.4.1 Meningkatkan status gizi balita

5.4.2 Berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak cukup naik

5.4.3 Berkurangnya prevalensi penyakit anak (ISPA, Cacingan dll)

5.4.4 Berkurangnya prevalensi anemia ibu hamil dan menyusui

5.4.5 Mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik ditingkat keluarga

5.4.6 Mantapnya kesinambungan posyandu.

6. Pengertian KMS

KMS ialah alat untuk mencatat dan mengamati perkembangan kesehatan anak yang mudah dilakukan oleh para ibu. Hasil penimbangan anak setiap bulan adalah pada Kartu Menuju Sehat (KMS), dimana terdapat grafik pertumbuhan (Suhardjo, 2003). Juga dapat diartikan sebagai ”Rapor” kesehatan dan gizi (catatan riwayat kesehatan dan gizi) balita (Depkes RI, 1996).

6.1 Tujuan penggunaan KMS adalah :

6.1.1 Tujuan umum

Mewujudkan tumbuh kembang dan status kesehatan balita secara optimal.

6.1.2 Tujuan khusus

Sebagai alat bantu bagi ibu atau orang tua dalam memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan balita yang optimal. Sebagai alat bantu dalam memantau dan menentukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan balita yang optimal. Sebagai alat bantu bagi petugas untuk menentukan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi kepada balita.

6.2 Interprestasi grafik pertumbuhan dan saran tindak lanjut

Tabel. 2

Interprestasi Pada Sekali Penimbangan

Keadaan berat badan

Arti

Tindak lanjut

Di Bawah Garis Merah

Anak kurang gizi tingkat sedang dan berat

· Perlu pemberian makanan tambahan atau PMT yang diselenggarakan oleh orang tua atau petugas kesehatan

· Perlu penyuluhan gizi seimbang

· perlu dirujuk untuk pemerikasaan dokter

Pada daerah dua pita warna kuning (di atas garis merah)

Anak kurang gizi ringan

· Ibu dianjurkan untuk memberikan PMT pada anak balitanya di rumah

· Perlu penyuluhan gizi seimbang

Pada dua pita warna hijau muda dan dua warna hijau tua di atas pita kuning

Anak dengan berat badan normal/baik

· Beri dukungan pada ibu untuk tetap memperhatikan dan mempertahankan status gizi anak

· Beri penyuluhan gizi seimbang

Dua pita warna hijau muda ditambah dua pita warna kuning (paling atas) dan selebihnya di atas pita warna hijau tua

Anak mempunyai kelebihan berat badan

· Konsultasi dokter

· Penyuluhan gizi seimbang

· Konsultasi ke klinik gizi/pojok gizi di puskesmas

Tabel. 3

Interprestasi dua kali Penimbangan atau lebih

Keadaan berat badan

Arti

Tindak lanjut

Berat badan naik atau meningkat

Anak sehat, gizi cukup

· Penyuluhan gizi seimbang

· Beri dukungan pada orang tua untuk mempertahankan kondisi anak

Berat badan tetap

Kemungkinan terganggu kesehatannya dan atau mutu gizi yang dikonsumsi tidak seimbang

· Pemberian makanan tambahan

· Penyuluhan gizi seimbang

· Konsultasi ke dokter atau petugas kesehatan

Berat badan berkurang atau turun

Kemungkinan terganggu kesehatannya dan atau mutu gizi yang dikonsumsi tidak seimbang

· Pemberian makanan tambahan

· Penyuluhan gizi seimbang

· Konsultasi ke dokter atau petugas kesehatan

Titik berat badan dalam KMS terputus-putus

Kurang kesadaran untuk berpartisipasi dalam pemantauan tumbuh kembang anak

· Penyuluhan dan pendekatan untuk meningkatkan kesadaran berpartisipasi akatif dalam pemantauan tumbuh kembang anak

(Depkes RI, 2000)

Langkah-langkah mencatat Kartu Menuju Sehat yaitu mencatat nama posyandu, identitas anak dan orang tua pada tabel dalam KMS.

7. SKDN

SKDN merupakan hasil kegiatan penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan dalam bentuk histogram sederhana.

S : Jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu

K : Jumlah anak yang telah menjadi anggota kelompok penimbangan yang telah memiliki KMS

D : Jumlah anak yang datang dan ditimbang bulan itu

N : Jumlah anak yang timbangannya naik di bandingkan dengan timbangan pada bulan sebelumnya

Berdasarkan SKDN dari bulan ke bulan disimak untuk mengetahui kemajuan program perbaikan gizi. Naik turunnya D atau S dapat diinterprestasikan sebagai tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan di posyandu, sedangkan naik turunnya N terhadap S dapat diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan mencapai tujuan program dalam kegiatan UPGK di posyandu (Suhardjo 2003).

SKDN adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN, dimana balok tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita yang memiliki KMS (K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita yang ditimbang dan naik berat badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil posyandu yang dimuat di KMS dan digunakan untuk memantau pertumbuhan balita (Depkes RI, 2003).

Dari uraian SKDN dapat digabungkan satu sama lain sehingga dapat memberikan informasi tentang perkembangan kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di posyandu yaitu :

7.1 Indikator K/S

K/S adalah indikator yang menggambarkan jangkauan atau liputan program. Indikator ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah balita yang dapat di posyandu dan memiliki KMS dengan jumlah balita yang ada di wilayah posyandu tersebut dikalikan 100%.

7.2 Indikator D/S

D/S adalah indikator yang menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan di posyandu.

7.3 Indikator N/D

N/D adalah memberikan gambaran tingkat keberhasilan program dalam kegiatan UPGK di posyandu. Indikator ini lebih spesifik dibanding dengan indikator lainnya sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dasar gizi balita

7.4 Indikator N/S

N/S adalah memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan program di posyandu. Indikator ini menunjukkan balita yang ditimbang dan naik berat badannya.

8. Kader Posyandu

8.1 Defenisi Kader

Kader adalah bagian dari masyarakat dan bukan dari puskesmas atau instansi lain, yang berfungsi untuk melayani masyarakat atau dalam artian kader sebagai pelayan sekaligus sebagai penerima pelayanan yang mau dan mampu secara sukarela. Untuk itulah diperlukan pembinaan, pembimbingan, pengarahan dan pelatihan. (Sciartino, 1999 dalam Jayati 2005).

8.2 Peran Pelayanan Kader Posyandu

8.2.1 sebagai penyelenggara kegiatan bulanan di posyandu

8.2.2 Melaksanakan pendaftaran balita

8.2.3 Melaksanakan penimbangan balita

8.2.4 Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan

8.2.5 Memberikan penyuluhan

8.2.6 Membicarakan hasil kegiatan dan mencoba mengatasi masalah yang ditemukan

8.2.7 Mengusahakan dukungan masyarkat untuk melancarkan pelaksanaan posyandu melalui swadaya masyarakat.

8.2.8 Melaporkan kelengkapan alat dan bahan serta masalah yang timbul kepada kepala desa sebagai penggerak utama masyarakat dalam kegiatan posyandu kegiatan yang dilakukan yaitu :

8.2.8.1 Sebagai motivator bagi masyarakat dalam kegiatan posyandu

8.2.8.2 Membantu penyelenggaraan pertemuan-pertemuan

8.2.8.3 Melakukan penyuluhan bagi sasaran yang tidak hadir di posyandu untuk diberikan saran. (Hotmaida, 1992 dalam Jayati 2005).

Sciartino (1999) posyandu adalah forum komunikasi alih teknologi dan alih kelola untuk upaya-upaya kesehatan kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar hidup sehat, oleh karena itu bukanlah perpanjangan atau perluasan dari Puskesmas kendati puskesmas bertanggung jawab dalam membina posyandu. Jika kita telaah dari segi pengorganisasian maupun pencapaian programnya maka dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu :

1. Posyandu Pratama (warna merah)

Posyandu tingkat pertama adalah posyandu yang belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kadernya tidak aktif, keadaan ini dianggap ”gawat” sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.

2. Posyandu Madya (Warna Kuning)

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali pertahun. Dengan rata-rata jumlah kader tugas sebanyak lima orang atau lebih, akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, GIZI, dan Imunisasi), masih rendah yaitu kurang dari 50% ini berarti kelestarian porgram posyandu sudah tak baik tetapi masih rendah cakupannya. Untuk itu perlu dilakukan pergerakan masyarakat, secara intensif serta penambahan program yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Intervensi untuk posyandu madya ada dua yaitu :

a) Pelatihan tema dengan modul eksolasi posyandu yang sekarang sudah dilengkapi dengan metode simulasi.

b) Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SDM dan MMD) untuk melakukan identifikasi masalah dan mencari penyelesaiannya termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat untuk melaksanakan hal ini dengan baik, dapat digunakan acuan buku pedoman ”pendekatan kemasyarkatan” yang diterbitkan oleh di bina peran serta masyarakat Departemen kesehatan.

3. Posyandu Purnama (Warna Hijau)

Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari delapan kali pertahun, rata-rata kader tugs lima orang atau lebih cakupan lima program utamanya (KB, KIA, GIZI, dan imunisasi), lebih dari 50% sudah ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana. Intervensi pada posyandu ditingkat ini adalah penggarapan dengan pendekatan PKMD, untuk mengarahkan masyarakat untuk menentukan sendiri pengembangan program posyandu.

4. Posyandu Mandiri (Warna Biru)

Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan lima program utama sudah bagus, ada program dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Untuk posyandu tingkat ini intervensinya adalah pembinaan dana sehat, yaitu diarahkan agar dana sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM (Depkes RI Tahun 1997).

Menurut Yuniarni (1999), program prioritas yang dilaksanakan diposyandu ada 5 (lima) yaitu :

1. Keluarga Berencana

1.1 Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang KB

1.2 Motivasi KB

1.3 Pelayanan kontrasepsi bagi calon peserta

1.4 Pelayanan ulang peserta KB

1.5 Pembinaan dan pengayoman peserta KB termasuk upaya pengalihan ke jenis kontrasepsi yang lebih mantap

1.6 Pendataan dan pemetaan

1.7 Pencatatan dan pelaporan

2. Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)

2.1 KIE tentang KIA

2.2 Pemeriksaan ibu hamil dalam rangka penjaringan ibu hamil dengan resiko tinggi dengan menggunakan kartu monitoring ibu hamil

2.3 Identifikasi ibu hamil dengan resiko tinggi

2.4 Pemeriksaan bayi dan anak balita

2.5 Pemeriksaan ibu nifas dan ibu menyusui

2.6 Pencatatan dan pelaporan

2.7 Rujukan kasus-kasus yang sulit ke puskesmas

3. Perbaikan gizi

3.1 Penyuluhan tentang gizi

3.2 Monitoring pertumbuhan balita dengan kartu menuju sehat (KMAS)

3.3 Pemberian makanan tambahan dan mendidik menu seimbang

3.4 Pemberian vitamin A dosis tinggi

3.5 Pemberian tablet besi (Fe) bagi ibu hamil

3.6 Penanggulangan balita dengan gizi kurang atau buruk dan ibu hamil dengan gizi kurang atau buruk

3.7 Pencatatan dan pelaporan

4. Imunisasi

4.1 Penyuluhan tentang imunisasi dan efek samping

4.2 Melaksanakan imunisasi BCG, DPT, Polio dan Campak pada bayi dan balita

4.3 Melakukan imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu hamil

4.4 Pencatatan dan pelaporan

5. Penanggulangan diare

5.1 Penyuluhan tentang penyakit diare

5.2 Memasyarakatkan pemakaian oralit atau larutan gula garam dan cara pembuatannya.

5.3 Penyuluhan dan pongobatan kasus diare

5.4 Rujukan kasus-kasus dengan dehidrasi ke puskesmas

Manfaat keterpaduan posyandu meliputi :

a. Tiap program dapat mencapai hasil optimal walaupun sumberdayanya terbatas dan juga dapat diperoleh hasil bersama yang lebih baik

b. Masyarakat memperoleh kemudahan pelayanan paripurna disuatu tempat sekaligus dengan program yang berjalan sendiri-sendiri masyarakat akan memperoleh pelayanan setelah upaya berulang kali, sehingga terjadi pemberosan waktu, tenaga, dana dan sarana.

c. Dicapai peningkatan hasil guna (efektivitas), daya guna (efisiensi), dan sumber daya program (tenaga, dana dan sarana)

d. dapat dihindari pemborosan waktu dan sumber daya di masyarakat.

Cakupan pelayanan dapat diperluas sehingga mempercepat terwujudnya peningkatan derajatr kesehatan ibu, bayi dan anak balita serta terwujudnya NKKBS.

D. Deskripsi Tentang Kebijakan Kesehatan Melalui Kegiatan Posyandu

Salah satu upaya untuk meningkatkan perbaikan gizi masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian kegiatannya dilaksanakan di posyandu. Konsep upaya perbaikan gizi keluarga pertama kali diperkenalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1967 melalui UNICEF yang lebih dikenal dengan ”Program Gizi Sedunia” (Dipo, 1990).

Menurut Tarwodjo (1996) bahwa dasar pemikiran yang melandasi konsep PBB tersebut sehingga melancarkan kampanye berbaikan gizi sedunia adalah :

1. Melihat mutu kehidupan manusia di sebagian belahan dunia semakin merosot akibat kemiskinan dan keterbelakangan sosial

2. Hasil riset menunjukkan bahwa merosotnya mutu kehidupan manusia baik individu, keluarga maupun masyarakat dengan gejala antara lain : (1) angka kematian pada bayi dan anak, (2) ketergantungan pertumbuhan badan, (3) menurunnya daya kreativitas, (4) terlambatnya pertumbuhan mental dan kecerdasan serta timbulnya berbagai jenis penyakit yang dapat menghambat gerak pembangunan adalah akibat kekurangan gizi.

3. Karena itu mutu kehidupan cenderung menurun dan perlu ditanggulangi secara massal melalui usaha perbaikan gizi keluarga.

Untuk menindak lanjuti program gizi sedunia tersebut, maka pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia pada tahun 1980 memperkenalkan program tersebut dengan istilah ”Usaha Perbaikan Gizi Keluarga” (UPGK). Titik berat5 dari program ini adalah penyuluhan gizi dengan menggunakan pesan-pesan sederhana, pelayanan gizi, pemanfaatan lahan pekarangan yang secara keseluruhan kegiatan ini merupakan usaha peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana serta program-program lainnya.

Di Indonesia program posyandu mulai dilaksanakan pada tahun 1985 dan dikembangkan melalui program akselerasi pada tahun 1987 dengan sasaran 85%a anak balita terjangkau oleh pelaksanaan Posyandu (Anonim, 1989).

Dengan beriorentasi pada pemikiran tersebut di atas, maka secara operasional pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia pada tahun 1985 memperkenalkan suatu unit pelayanan dasar dan terpadu yang disebut ”Posyandu” dan terus dikembangkan di Indonesia termasuk di Kecamatan Baruga Kota Kendari Sultra. Tujuannya adalah meningkatkan mutu kehidupan masyarkat dalam rangka memepercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang merupakan salah satu tujuan pokok posyandu (Adityatma, 1998).

Program-program Posyandu dewasa ini merupakan kegiatan yang memasyarakatkan dan hampir dijumpai diseluruh desa-desa di semua propinsi di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa program posyandu disadari oleh masyarakat sehigga perlu dipelihara mutu pelayanannya dalam arti yang luas yakni tersedianya sarana dan prasarana yang dapat dijangkau masyarakat serta tersedianya tenaga terampil dan profesional. Program-program posyandu yang terus dikembangkan dan dilaksanakan meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), perbaikan gizi, Imunisasi, dan pemberantasan Penyakit diare.

E. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Usaha pelayanan kesehatan masyarakat yang telah lama dikembangkan oleh pemerintah adalah posyandu. Posyandu merupakan unit pelayanan dasar dan terpadu yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia sangat dirasakan manfaatnya. Hal ini terlihat sejak pertama kali program ini diluncurkan hingga sekarang memberikan manfaat yang maksimal dalam arti yang luas walaupun di sisi lain terus dilakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan, terakhir dengan Surat Edaran Mentri Dalam Negeri Nomor 411.3/536/SJ tanggal 3 Maret 1999 tentang Revitalisasi Posyandu.

Dalam modul pengembangan Posyandu tahun 1989 dijelaskan bahwa Posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya dan merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu yang dinamis, seperti halnya antara kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Perbaikan Gizi, Imunisasi dan pemberantasan penyakit diare yang fungsi pelayanannya senantiasa terus ditingkatkan.

Adapun program kegiatan pokok yang terdapat dalam posyandu adalah sebagai berikut :

1. Program Keluarga Berencana (KB)

Dengan lahirnya Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang perkembangan Penduduk dan Pengembangan Keluarga Sejahtera, maka gerakan Keluarga Berencana Nasional diperluas dimensi dan muatan kegiatannya menjadi gerakan pembangunan keluarga sejahtera. Keberhasilan Program Keluarga Berencana Nasional selama pembangunan jangka Panjang I dan II telah membawa pengaruh yang besar terhadap kegiatan program Keluarga Berencana pada masyarakat umum maupun di mata dunia International.

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang pembangunan kependudukan sebagaimana yang disebutkan di atas menjelaskan bahwa pengertian Keluarga Berencana adalah kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahann keluarga, peningkatan kesejahteraan dan kesehatan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program Keluarga Berencana adalah suatu program yang diarahkan untik meningkatkan kesejateraan Ibu dan Anak dalam rangka mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yanga sejahtera melalui pengendalian pertumbuhan penduduk. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukarni (1994) bahwa kegiatan Keluarga Berencana diarahkan pada pengembangan keluarga sehat sejahtera, yaitu dengan makin diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera melalui kegiatan penyuluhan dan motivasi para pasangan usia subur dan generasi muda serta pelayanan media Keluarga Berencana.

2. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Salah satu program yang paling terintegrasi dengn program Keluarga Berencana dalam upaya miningkatkan kualitas hidup yang penting adalah program peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Usaha peningkatan kesehatan ibu dan anak memang perlu mendapat perhatian, khususnya bagi wilayah-wilayah pedesaan yang terpencil. Hal ini searah dengan pandangan Aditatma (1998), bahwa di wilayah-wilayah pedesaan di Indonesia, tingkat kematian ibu dan anak masih tinggi bahkan merupakan penyebab kematian utama. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan (SDK) pada tahun 1998, diperoleh data bahwa penyebab utama kematian ibu dan anak/bayi adalah tetanus (19,3%), gangguan perinatal (18,4%), diare (15,6%) dan infeksi saluran pernafasan (14,4%). Sedangkan penyebab utama kematian ibu adalah pendarahan (12,6%) infeksi (19,3%) dan keracunan kehamilan (16,8%).

Berdasarkan data di atas, masalah kematian ibu dan anak perlu ditangani melalui suatu upaya yang terpadu antara upaya pembangunan kesehatan dengan prioritas penurunan tingkat kembatian ibu dan anak.

Adityatma (1998) bahwa kematian ibu hamil, antara lain disebabkan oleh pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur, pertolongan persalinan yang kurang bersih, banyak kehamilan pada usia terlalu muda dan terlalu tua (sebelum umur 20 tahun, atau lebih dari 35 tahun).

Upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, memerlukan suatu program yang menyeluruh, baik memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu melalui pembinaan dan peningkatan gizi, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi keluarga. Menurut Soewardjo (1990) mengemukakan bahwa penempatan bidan-bidan di desa dalam jumlah yang besar dan pembangunan sarana Puskesmas dan Posyandu, belum cukup dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak tanpa dibarengi dengan melalui peningkatan pendidikan, perbaikan hidup (kesejahteraan) dan perbaikan lingkungan.

Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa program kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan yang memadai bagi kesehatan ibu dan anak, harus mencakup usaha-usaha terpadu antara program Keluarga Berencana dan program perbaikan gizi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya peningkatan gizi dalam keluarga.

3. Program Perbaikan Gizi

Pemberdayaan keluarga melalui revitalsasi usaha perbaikan gizi dan pemberdayaan masyarakat melalui revitalisasi posyandu merupakan strategi utama dalam Gerakan Nasional Pembangunan Masalah Pangan dan Gizi.

Defenisi gizi sering dihubungkan dengan infeksi melalui berbagai cara: 1) pengaruh nafsu makan, 2) kehilangan makanan karena diare, 3) pengaruh metabolisme makanan serta cara lain yang langsung berhubungan dengan persoalan gizi. Dengan demikian secara umum defenisi gizi merupakan awal dari gangguan definisi sistem kekebalan (adyatma, 1998).

Secara kasar WHO pada tahun 1985 memperkirakan bahwa 100 anak balita menderita defisiensi gizi berat seperti marasmus. Sedangkan anak dengan defenisi gizi dan gejala-gejala ringan diperkirakan meliputi jumlah yang lebih banyak lagi. Gizi kurang dan infeksi kedua-duanya dapat bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dan sanitasi buruk.

Untuk mengantisipasi bertambah buruknya status gizi masyarakat pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 8 Tahun 1999 tentang Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi. Pada intinya Gerakan Nasional ini bertujuan untuk menggali berbagai potensi yang ada pada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat keluarga dan peduli Asih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi.

Salah satu bentuk operasional yang sangat layak untuk dilaksanakan adalah pelatihan dan penyegaran kader posyandu. Kader tumpuan pemberdayaan masyarakat dan keluarga perlu dibekali secara lebih efektif sehingga persoalan gizi masyarakat dapat ditanggulangi bersama.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Gie (1997) menjelaskan pengertian efektivitas sebagai suatu usaha sistem rencana atau kegiatan yang telah dilakukan dalam suatu kondisi atau jangka waktu tertentu bagi kepentingan tertentu. Dengan demikian maka upaya untuk meningkatkan perbaikan gizi masyarakat harus dilaksanakan lebih efektif dan sebagian kegiatannya dilaksanakan di Posyandu.

4. Program Imunisasi

Salah satu upaya agar anak-anak jangan sampai menderita suatu penyakit adalah dengan jalan memberikan imunisasi. Dipo (1990) menjelaskan bahwa dengan imunisasi itu tubuh akan membuat zat anti dalam jumlah cukup banyak, sehingga anak tersebut kebal atau imun terhadap penyakit. Jadi tujuan imunisasi adalah membuat anak kebal terhadap penyakit sehingga jika anak tersebut kemasukan kuman bibit penyakit, anak tersebut akan tetap sehat tidak jatuh sakit atau hanya sakit ringan, sehingga terhindar dari kematian dari segala sisi yang menyebabkan suatu cacat tubuh seumur hidup (misalnya kelumpuhan sebagai akibat penyakit folio).

Bahan yang dipakai untuk merangsang pertumbuhan zat anti bodi tersebut disebut sakit yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (vaksin, BCG, DPT dan Campak) atau melalui mulut (Vaksin Polio). Oleh karena itu imunisasi juga dapat vaksinasi yang berarti memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai imunisasi menurut Sciartino (1999) antara lain :

A) Zat anti yang terbentuk pada imunisasi bersifat spesifik yang berarti zat anti yang berbentuk pada imunisasi polio khususnya mencegah polio demikian pula zat anti yang berbentuk imunisasi BCG khususnya mencegah penyakit TBC.

B) Pada imunisasi DPT dan polio, imunisasi dasar diperlukan pemberian vaksin 3 kali, karena ada pemberian yang pertama zat anti yang berbentuk sangat sedikit. Pada manusia imunisasi pertam ini terjadi pengenalan (recongnition) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh yang membuat zat anti, pada imunisasi ke dua dan ke tiga terbentuk zat anti yang cukup dan mencapai puncaknya pada hari kesepuluh melewati kadar minimal yang diperlukan untuk melindungai tubuh.

Kadar zat anti ini setelah suntikan ke dua sedikit demi sedikit akan menurun, setelah 6 – 12 bulan akan turun melalui kada proteksi yang minimal. Suntikan ketiga harus diberikan 4 – 5 blan setelah imunisasi kedua. Setelah imunisasi ketiga ini akan terbentuk zat anti yang cukup lama. Reaksi pembentukan zat anti setelah imunisasi ketiga ini tidak dipengaruhi oleh jangka waktu antara pemberian imunisasi kedua dan ketiga. Jangka antara imunisasi kedua dan ketiga terlalu lama akan mendapat satu masa dimana anak tidak dapat perlindungan karena kadar zat anti dan di bawah kadar proteksi minimal.

5. Program Penanggulangan Penyakit Diare

Departemen Kesehatan tahun 1987 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyakit diare adalah buang air besar lebih sering dari biasanya atau lebih dari 3 kali dalam sehari dan bentuknya encer, bahkan dapat berupa air saja kadang disertai dengan muntah.

Penanggulangan yang harus dilakukan bial bayi/anak balita menderita diare adalah sebagai berikut :

a. Membuat larutan oralit

b. Bila larutan oralit tidak ada, maka buatlah LGG (Larutan Gula Garam)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa cara pemberian oralit/LGG pada penderita diarre adalah :

a. Minumkan larutan oralit/LGG sebanyak dia mau bila habis buatkan lagi dengan cara yang sama.

b. Bila bayi masih menetek, maka pemberian ASI tetap diberikan berselang saling dengan larutan Oralit/LGG.

c. Perlu memperhatikan umur bayi

Untuk mencegah penyakit diare, dapat dilakukan melalui cara-cara pencegahan sebagai berikut :

a. Gunakan sumber air minum yang sehat, yaitu air sumur gali yang baik, air perpipaan, air sumur pompa tangan.

b. Jarak sumur dengan jamban (kakus) yang sehat sebaiknya 8 – 10 meter

c. Buang air besar pada jamban (kakus) yang sehat, jangan buang air besar disembarang tempat.

d. Kebersihan perorangan harus dijaga dalam kehidupan sehari-hari

e. Makan makanan yang bergizi (tidak perlu mahal-mahal) dan untuk bayi agar diberi ASI sampai umur 2 tahun.

KERANGKA PEMIKIRAN




Gambar 1. Skema Bagan Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan observasi, yaitu untuk melihat gambaran tentang keadaan yang ada pada objek penelitian dengan senantiasa mengacu pada variabel-variabel yang diteliti.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama satu bulan setelah surat izin penelitian dikeluarkan oleh Badan Riset Daerah

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah kader posyandu yang bertugas pada posyandu di wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo Kecamatan Baruga yang berjumlah 123 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian populasi yang ditetapkan sebagai sasaran penelitian. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik ”purposive sampling” (Notoatmodjo, 2002) yaitu dengan cara menetapkan langsung populasi untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Dengan demikian sampel adalah dari 18 Posyandu diambil masing-masing 4 kader setiap posyandunya. Jadi jumlah sampel secara keseluruhan 72 orang.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh melalui observasi langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner, serta melakukan pengamatan langsung di setiap posyandu yang berada di wilayah kerja puskesmas Lepo-Lepo.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari instansi terkait dengan penelitian ini yaitu puskesmas Lepo-Lepo dan Dinas Kesehatan Kota Kendari.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan alat bantu elektronik, komputer sehingga menghasilkan tabel dan narasi tentang pelaksanaan kegiatan Posyandu di Wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga.

2. Analisis Data

Untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian ini maka analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kulaitatif yaitu menggambarkan secara sistematis mengenai program Posyandu yang dilakukan selama ini sesuai dengan kenyataan yang ada.

F. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

Untuk memperjelas arah penelitian ini, maka penulis memberikan defenisi operasional sebagai berikut :

1. Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu

Evaluasi hasil kegiatan posyandu adalah penilaian terhadap hasil kegiatan pelaksanaan Posyandu yang selama ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga. Indikator kegiatan yang digunakan adalah realisasi hasil pencapaian pelayanan, rata-rata kunjungan ke Posyandu dan perkembangan jumlah masyarakat yang memanfaatkan jasa Posyandu

2. Hasil Pelayanan Perbaikan Gizi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bayi pemberian makanan tambahan sampai dengan pelaksanaan penyuluhan gizi di Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

2.1 Baik, bila target yang dicapai lebih dari 80%

2.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%

3. Hasil pelayanan imunisasi yang dimaksud adalah rangkaian kegiatan penyuluhan tentang imunisasi sampai dengan pelaksanaan imunisasi pada bayi dan balita di Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

3.1 Baik, target yang dicapai lebih dari 80%

3.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%

4. Hasil pelayanan pemberantasan diare adalah rangkaian kegiatan penyuluhan tentang penyakit diare sampai dengan kegiatan memasyarakatkan pemakaian oralit/larutan gula garam dan cara pembuatannya di Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

4.1 Baik, bila target yang dicapai lebih dari 80%

4.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%

5. Hasil pelayanan ibu hamil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan pemeriksaan ibu hamil sampai pada jumlah kunjungan yang dilakukan di posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

5.1 Baik, bila target yang dicapai lebih dari 80%

5.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%.

DAFTAR PUSTAKA

Adyatma, 1998. Pembangunan Kesehatan di Indonesia dan Permasalahannya. Depkes. Jakarta

Anonim, 1998. Modul peranan PLKB dalam Pengembangan Posyandu, BKKBN. Jakarta.

Arikunto, Suharsini, 1996. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Jakarta : Erlangga

Depkes, 2000. Panduan Pelatihan Kader Posyandu. Dirjen PPM dan L Depkes. RI Jakarta

, 2004. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang Kesehatan. Jakarta

,1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992. Jakarta : Depkes RI.

,1997. Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat. Depkes RI Jakarta.

, 1987. Pedoman Pembinaan Keluarga Sehat Melalui Posyandu Gersamata. Sultra : Proyek PKM Kanwil Depkes.

Dikes Sultra, 2007. Status Gizi Kabupaten/Kota. Provinsi Sultra.

Dipo, Bachrun, 1990. Pedoman Pelaksanaan UPGK. Depkes RI

Effendy, Nasrul, 1985. Perawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Buku Kedokteran ECG.

Gie, The Liang, 1977. Istilah-Istilah Administrasi. Bina Aksara. Jakarta

Idrus, M. 2006: Pelatihan Program Gizi Dinkes Propinsi Sultra, Kendari

Narbuko C, 2003. Metodologi Penelitian. PT. Bumi Karsa, Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rindia Cipta.

, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.




Sciartino R, 1999. Menuju Kesehatan Madani. Penerbit PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sukarni, Mariyati, 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Kanisius. Bogor.

STIK Avicenna, 2003. Pedoman Akademik STIK Avicenna Kendari. Kendari : STIKA

Wijono, S. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Airlangga University Press. Surabaya

William, Dunn N, 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.




DAFTAR OBSERVASI

Jenis Posyandu :

Tempat Posyandu :

Nama Desa/Kelurahan :

No

Kegiatan Posyandu

Hasil Tahun 2009

Target Tahun 2009



Angka

%

Angka

%

1.

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak






Ibu hamil






Bayi






Balita






Ibu menyusui





2.

Pelayanan Perbaikan Gizi






D/S (jumlah seluruh balita yang ditimbang)






N/D (jumlah bayi yang naik timbangannya)






Gizi baik






Gizi kurang






Gizi kurang





3.

Pelayanan Imunisasi






Pada bayi :






Imunisasi BCG






Imunisasi Hepatitis






Imunisasi Polio






Imuisasi Campak






Pelayanan Imunisasi pada ibu hamil






Imuisasi TT (Tetanus Toxoid)





4.

Pelayanan pemberantasan penyakit






Pembuatan oralit






Cara pemakaian oralit








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... .... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. .... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................... .... 1

B. Rumusan Masalah....................................................................... .... 5

C. Tujuan Penelitian......................................................................... .... 5

D. Manfaat Penelitian...................................................................... .... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum Tentang evaluasi.................................................. .... 8

B. Evaluasi Pada Program Kesehatan.............................................. .... 13

C. Tinjauan Umum Tentang Posyandu.................................................. 17

D. Deskripsi Tentang Kebijakan Kesehatan Melalui

Kegiatan Posyandu..................................................................... .... 37

E. Program Pos Pelayanan Terpadu ............................................... .... 40

F. Kerangka Pemikiran................................................................... .... 48

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian............................................................................ .... 49

B. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... .... 49

C. Populasi dan Sampel................................................................... .... 49

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data............................................... .... 50

E. Pengolahan dan Analisis Data...................................................... .... 50

F. Defenisi operasional dan kriteria obyektif..................................... .... 50

DAFTAR PUSTAKA





Proposal Penelitian

Studi Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu