Analisis Perbedaan Karakteristik Fraud Dalam Pelaporan Keuangan Antara Perusahaan dan Pemerintahan

Analisis Perbedaan Karakteristik Fraud Dalam Pelaporan Keuangan Antara Perusahaan dan Pemerintahan

PROPOSAL


OLEH :
RAFNITA DWI PUTRI
B1C1 08 040



FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010
KATA PENGANTAR
                  
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam atas impahan karunia dan rahmat-Nya yang memberikan kelapanga dan kemudahan yang diberikan sehingga penulis yang memiliki keterbatasan dapat menyelesaikan proposal  ini yang berjudul “Analisis Perbedaan Karakteristik Fraud Dalam Pelaporan Keuangan Antara Perusahaan dan Pemerintahan” ,tak lupa pula shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materiil sehingga proposal ini dapat terwujud yang mana tidak bisa penulis sebutkan satu persatu .
Akhirnya, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua .Amin…






                                                                             Kendari,    Maret  2010



                                                                                           Penulis
                                        
                       


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
            Secara umum, akuntansi dipandang sebagai suatu aktivitas jasa . Fungsinya adalah untuk memberikan   informasi kuantitatif dari suatu entitas ekonomi , terutama yang bersifat keuangan dengan tujuan agar dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi.Produk daalam akuntansi (keuangan) ini adalah laporan keuangan , yang merekam semua transaksi ekonomi yang terjadi dalam perusahaan pad suatu periode tertentu dan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku . Transaksi-transaksi ekonomi didolumentasikan pada dokumen sumber , yamg selanjutnya dicatat dalam jurnal , ledger dan seterusnya sampai menjadi laporan keuangan .Mekanisme yang dipakai sangat sederhana , yaitu hanya menggunakan dua kata ‘ debit’ dan ‘kredit’ . Dari teknik-teknik yang dipakai, tidak terlihat sedikitpun bagaimana manusia bisa berbuat ‘curang’ pada siklus ini.
               Dalam kajian auditing , yang merupakan bagian dari ruang lingkup kajian ilmu akuntansi , kita dijabarkan bagaimana memeriksa suatu siklus akuntansi yang disusun sesuai standar akuntansi keuangan dengan fokus pada keefektifan system pengendalian internal suatu organisasi . Kasus-kasus yang dipelajari pada umumnya menunjukkan bahwa laporan keuangan dapat salah kaji (misstatement), mengandung kesalahan (error) atau ketidaklaziman (irregularities), yang harus ditemukan oleh auditor dan selanjutnya akan dikaitkan dengan opini auditor . Literatur-literatur yang dirujuk juga membahas bagaimana dimungkinkannya laporan keuangan disajikan dengan tidak semestinya , baik karena kelemahan pengendalian internal , ketidaktepatan penerapan kebijakan akuntansi , maupun adanya permainan angka-angka akuntansi ( financial numbers game ).
               Dalam teori akuntansi positif yang kita perolehn di bangku perkuliahan seperti sekarang ini , teori tersebut berusaha menjelaskan dan menguraikan apa dan bagaimana praktik akuntansi dilakukan berdasarkan pengalaman yang dapat diuji dengan fenomena empiric , sehingga lebih berhasil menjawab masalah praktik akuntansi yang terjadi . Penelitian positive accounting theory palig banyak dilakukan dengan pendekatan ‘ agency theory’ .Agency Theory menjelaskan hubungan principal-agent yang terjadi antara manajemen dan pemilik dimana pemilik sebagai   ‘principal’ dan manajemen puncak sebagai ‘agent’, yang melakukan kontrak untuk menyelenggarakan suatu organisasi melalui pendelegasian wewenang untuk pengambilan keputusan . Harapan pemilik tentunya agent dapat berusaha memaksimumkan nilai perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan pemilik.
               Top manajement yang bertindak sebagai agent akan berperilaku oportunis dan mengedepankan kepentingan pribadi yang berseberangan dengan kepentingan pemilik . Teori ini membidik adanya suatu konflik kepentingan antara keduanya, yang masing-masing didasari pada hasrat (desires) kebutuhan (need) dan preferensi(preference) yang berbeda . Potensi konflik kepentingan ini sering disebut Agency Problem ( problem keagenan ) salah satu yang menjadi pemicu ‘perilaku tidak jujur’.
               Konflik kepentingan yang terjadi antara agent dengan principal menimbulkan situasi dimana agent dan principal memiliki tingkat informasi yang berbeda tentang perusahaan . Secara alamiah , agent sebagai pelaksana harian mempunyai informasi lebih banyak mengenai perusahaan . Ketidaksetaraan informasi ini dapat digunakan oleh agent untuk secara strategis memenuhi kepentingan pribadi , tanpa diketahui oleh principal .
               Sehubungan dengan kepentingan  yang berbeda satu sama lain , adalah sangat mungkin bila agent sebagai pengelola , menyajikan informasi yang tidak simetris kepada pemilik.Asymmetric information yang terjadi antara principal dengan agent akan melahirkan dua macam perilaku dari agent , yaitu hidden action (tindakan yang disembunyikan ) dan hidden information (informasi yang disembunyikan ).
               Tindakan pemberian informasi yang asimetris ini dapat dilakukan melalui rekayasa transaksi atau bahkan dalam laporan keuangan.Disadari atau tidak laporan keuangan  ternyata dapat berfungsi sebagai sarana untuk melakukan kecurangan (fraud). Akibat dari adanya informasi yang tidak simetris tersebut , fraud tidak akan pernah tampak telah dilakukan oleh ‘agent’.
               Sampai saat ini Defenisi yang berlaku atas fraud laporan keuangan di Indonesia sulit ditetapkan oleh regulator ,karena sampai saat ini profesi akuntansi pun tidak menggunakan istilah fraud dalam pernyataan profesionalnya. Istilah  yang digunakan pada terminology ini adalah kesalahan (error) atau ketidaklaziman (irregulaties). Semua bentuk ‘error’ dan ‘irregulaties’ seringkali dianggap tuntas dengan melakukan penyesuaian (adjustment) atas Laporan Keuangan , padahal ‘error’ yang berulang dan ‘irregulaties’ yang material dapat menjurus pada tindakan ‘fraud’ yang dibungkus melalui rasionalisasi . Dalam beberapa literature akuntansi dinyatakan bahwa yang membedakan antara kecurangan (fraud) dengan kekeliruan (error) adalah masalah sengaja dan tidak sengaja. Manajemen seringkali berdalih bahwa ‘error’ adalah kesalahan manusia (human error) yang harus dimaafkan , sementara ‘irregulaties’ adalah sebagai upaya penyelamatan  perusahaan .Alasan-alasan tersebut merupakan tindakan rasionalisasi yang sering terjadi untu menutup fraud laporan keuangan.
               Berbagai skandal perusahaan-perusahaan besar terjadi di Amerika Serikat , Negara yang dianggap sebagai kiblat ilmu akuntansi dan pionir praktik Good Corporate Governance , ternyata dapat melakukan praktik tidak terpuji melalui Laporan Keungan . Moral Hazard yang telah mereka lakukan melalui manipulasi Laporan Keungan ,ada yang melaporkan laba yang sangat fantastis dan menyembunyikan hutang ,ada yang menggelembungkan pendapatan fiktif ,ada yang memangkas pajak dan meningkatkan cashflow fiktif sementara seharusnya mungkin perusahaan-perusahaan tersebut sudah lama jatuh pailit . Manipulasi laporan keuangan ini dengan  sengaja disusun agar saham perusahaan tetap diminati investor.
               Skandal serupa juga ternyata juga terjadi pada perusahaan-perusahaan besar di Indonesia . Kasus PT Kimia Farma Tbk.,yaitu kesalahan  penyajian dalam laporan keuangan  mengakibatkan “overstated” laba pada laba bersih  untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2001 sebesar 32.7 miliar (press release Bapepam,27 Desember 2002).
               Bahkan di sector pemerintahan sendiri ,sejak Indonesia merdeka,fraud ternyata sudah mencetak sejarah yang dikenal dengan istilah ‘korupsi’. Salah satu contoh bentuk fraud, yang pernah dicatat sejarah adalah kasus korupsi yang terjadi pada Bank Sentral (Istilah sekarang : Bank Indonesia). Pada saat itu , Menteri Bank Sentral (Gubernur BI), Jusuf Muda ditangkap karena melakukan pelanggaran keuangan yang merugikan Negara . Sejumlah dana dan fasilitas dari Bank Sentral diserahkan kepada Markam dan Aslam untuk membangun perusahaan yang tergabung dalam kelompok Marakm dan Aslam (kategori corruption dan  misappropriation).( Ilya Avianti : 2008).
               Sampai saat ini deretan kasus-kasus fraud serupa semakin bertambah. Yang teranyar bahkan kasus skandal Bank Century sangat menyita perhatian berbagai kalangan .Meningkatnya kasus fraud secara global akhir-akhir ini merupakan fenomena yang cukup menarik dan mendorong dilakukannya studi-studi tentang fraud baik dari segi factor-faktor penyebabnya sampai pada pencegahan dan pendeteksian perilaku curang tersebut. Banyak teori-teori yang telah dilahirkan terutama yang menggagas tentang pencegahan dan pendeteksian fraud baik yang terjadi di sector swasta maupun pemerintahan. Adanya pengeneralisasian mengenai konsep fraud sector swasta maupun pemerintahan ini menyebabkan penanganan kasus fraud di kedua sector yang berbeda tersebut seringkali disamaratakan . Padahal ,berbagai studi kasus yang lain menunjukkan bahwa fraud memiliki pola dan bentuk yang berbeda pada setiap oraganisasi .Fraud pada Laporan Keuangan pada perusahaan swasta ,BUMN/ BUMD , dan entitas sector public mempunyai karakteristik yang berbeda , meskipun ada persamaan atas tujuan pengrusakan berkelanjutan terhadap kuantitas dan kualitas laporan keuangan . Bertolak dari teori-teori dalam studi kasus tersebut, maka akan kurang tepat bila penanganan  fraud disektor pemerintahan dan perusahaan swasta disamakan. Karena bentuk dan pola fraud yang berbeda , maka memerlukan pencegahan dan pendeteksian yang berbeda pula untuk menghasilkan keputusan yang akurat.
               Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul : “Analisis Perbedaan Karakteristik Fraud Dalam Pelaporan Keuangan Antara Perusahaan  dan Pemerintahan ”.
1.2       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya , maka permasalahan pokok yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah Bagaimana perbedaan karakteristik fraud dalam pelaporan keuangan antara perusahaan dan pemerintahan ?
1.3       Tujuan Penelitian
                     Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan perbedaan karakteristik fraud dalam pelaporan keuangan antara perusahaan  dan pemerintahan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pencegahan maupun pendeteksian yang tepat terhadap fraud agar menghasilkan keputusan yang akurat

1.4       Manfaat Penelitian
                   Manfaat penelitian ini adalah :
a.    Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat manambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai perbedaan karakteristik  fraud dalam pelaporan keuangan antara perusahaan  dan pemerintahan
b.    Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang memiliki objek kajian yang relevan dengan penelitian ini.

1.5       Ruang Lingkup
          Untuk lebih terarahnya penelitian ini , ruang lingkup dibatasi pada perbedaan karakteristik fraud  dilihat dari  bentuk dan polanya dalam pelaporan keuangan antara perusahaan  dan pemerintahan yang telah dinyatakan fraud dalam pelaporan keuangannya oleh Lembaga yag berkompeten yaitu BPK RI yang dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan dan Bapepam . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik fraud dalam pelaporan keuangan antara perusahaan dan pemerintahan ,maka objeknya adalah perusahaan maupun pemerintahan yang dinyatakan fraud Bapepam maupun BPK RI,dengan tidak membatasi keduanya harus berada pada tahun atau periode akuntansi yang sama sehingga mempermudah peneliti dalam mencapai tujuan penelitian,sebab tahun pemerikasaan atau periode akuntansi secara teori tidak akan mempengaruhi hasil penelitian sebab yang menjadi variable adalah bentuk dan pola fraud.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Penelitian Terdahulu
            Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai perbandingan dalam penellitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Guru Besar dalam Ilmu Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Ilya Avianti  dengan judul “ Transaction Fraud Pada Laporan Keuangan Sebagai Salah Satu Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi” .
               Kesimpulan dalam penelitian terdahulu adalah  fenomena-fenomena fraud yang terjadi di Indonesia lebih banyak pada tahap awal proses akuntansi ( input process ) , meskipun dalam penyajian laporan keuangan juga terjadi perekayasaan .Laporan keuangan yang menjadi tolok ukur kinerja suatu organisasi , baik perusahaan , pemerintahaan , LSM  dan entitas lainnya ternyata bisa saja tidak menggambarkan kinerja sesungguhnya.
               Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan yaitu sama-sama meneliti mengenai Transaction Fraud pada pelaporan keuangan perusahaan maupun Laporan Keuangan Pemerintah RI yang telah diperiksa oleh BPK RI. Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan peneliti terdahulu terletak pada objek penelitian ,karena dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada perbedaan bentuk dan pola fraud dalam pelaporan keuangan antara perusahaan .

2.2   Pengertian Fraud
               Fraud adalah tindakan melawan hukum , penipuan berencana, dan bermakna ketidakjujuran .Fraud dapat terdiri dari berbagai bentuk kejahatan atau tindak pidana kerak putih (white collar crime), antara lain pencurian ,penggelapan asset ,penggelapan informasi,penggelapan kewajiban ,penghilangan atau penyembunyian fakta ,rekayasa fakta termasuk  korupsi (Razaee,2002)
G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat  keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial.
FRAUD -- menurut Oxford Dictionary : “is criminal deception; the use of false representations to gain an unjust advantage” -- adalah ancaman yang sangat serius bagi perusahaan modern. Penyakit  tersebut dapat menimpa perusahaan apapun tanpa memperdulikan skala bisnisnya. Berbeda dengan varian pendahulunya, dewasa ini corporate fraud  telah bermetamorfosis dalam berbagai bentuk dengan modus yang kian canggih dan halus. 
Ada pula yang mendefinisikan fraud sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan  sumber daya perusahaan secara  tidak wajar  dan salah menyajikan fakta  untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana fraud adalah penipuan yang disengaja Hal ini termasuk berbohong; menipu, menggelapkan dan mencuri Yang dimaksud dengan dengan penggelapan disini adalah merubah asset perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya.( Bambang Suhermadi : 2006)
                           Istilah fraud  di Indonesia kurang popular dibandingkan dengan korupsi . Menurut Pasal 2 UU no 31/1999 ,korupsi didefenisikan sebagai suatu tindakan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya didi sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yamg dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara .
2.3   Klasifikasi Fraud
                Menurut ACFE ( Association of Certified Fraud Examiner),korupsi adalah bagian dari fraud (Razaee ,2002).Selanjutnya fraud dikelompokkan manjadi Corruption Asset Misappropriation , dan Fraudulent Statement .
FRAUD
Skema 2.1 ‘Fraud Tree’ (Sumber : Razaee, 2002)
 

                    
Corruption
Misapropriate of Assets
Fraudulent Statement
                  

              
               Coruption , dapat berbentuk ‘conflict of interest’ atau benturan kepentingan ,bribery atau suap dalam bentuk apapun ,hadiah , kickback (pemberian kembali) atas suatu pekerjaan atau proyek ,bid ringing atau permainan tender, illegal gratuities atau hadiah terselubung suap yang megharapkan hubungan baik jangka panjang . Tindak pidana suap ,komisi illegal dan hadiah illegal dipastikan tidak dapat dibukukan apa adanya , harus direkayasa ,dibungkus dengan berbagai bukti transaksi ‘aspal’ , menyenbakan distori kebenaran pengungkapan laporan keuangan . (Tuanakotta 2007)
               Asset misappropriation dapat  berbentuk ‘larceny’(pencurian), ‘embezzlement’ (penggelapan),’missue of assets’(penggunaan asset untuk kepentinagn pribadi),’skimming’(penjarahan dengan bentuk komisi) yang dibukukan setelah dana sebagian masuk dana pribadi,’billing scheme’(skema penagihan ),’payroll scheme’(skema penggajian) atau pemalsuan jumlah gaji ,’expense reimbursement scheme’ atau pembayaran beban-beban pribadi atau membuat kuintansi-kuintansi  fiktif(fictitious expenses),’check tampering ‘ atau pemalsuan cek ,pemaluan tanda tangan .Dengan demikian berbagai tindak penyalahgunaan seperti unrecorded sales,understated sales, rekayasa skema penghapusbukuan (writeoff scheme), berbagai fraudulent disbursement memperbesar kebohongan laproran keuangan .(Tuanakotta,2007)
               Fraudulent Statement , adalah upaya yang disengaja untuk menipu dengan menyusun dan melaporkan pertanggungjawaban keuangan dengan tidak benar ,baik dengan atau tanpa penggunaan  standart dan teknik akuntansi serta menyesuaikan transaksi-taransaksi non financial ke dalam laporan keuangan(Ilya,2006). Upaya ini biasanya dirancang dengan beberapa konsep seperti : hipotesis salah saji keuangan secara selektif,perataan laba ,manajemen laba , akuntansi kreatif ,dan kecurangan akuntansi (Belkaoui,2004). Teknik yang digunakan dikenal dengan istilah ‘financial shenanigans’ (tipu daya keuangan ). Teknik ini meliputi antara lain : pencatatan pendapatan premature , pencatatan pendapatan fiktif , tidak mencatat kewajiban ,menggeser pendapatan/beban ke periode tertentu . Financial shenanigan berkisar dari trik yang tidak berbahaya hingga fraud yang melanggar hukum (Ilya,2006).
           Berbeda dengan  Razaee (2002) ,   Internasional Standart on Auditing   (ISA) membagi     fraud menjadi  dua bagian besar saja yaitu    penyalahgunaan   aktiva (misappropiation of asset) seperti pencurian atau penggunaan asset perusahaaan untuk  kepentingan pribadi atau kelompok dan kecurangan dalam laporan keuangan fraudulent financial statement) dalam bentuk manipulasi informasi keuangan dengan tujuan untuk menipu (intendto deceit) kepada pihak pemakai (stakeholders). Sementara para Certified Fraud Examber (CFE) mendefinisikan fraud dengan istilah corruption atau bribery,yaitu suatu tindakan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi .
                           Sementara itu , menurut Muh. Arief Efendi (2006) ,fraud yang terjadi di perusahaan pada umumya dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam :
1.         Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu (illegal act). Hal ini terjadi manakala seseorang secara sadar dan sengaja memalsukan suatu fakta ,laporan , penyajian atau klaim yang mengakibatkan kerugian keuangan atau ekonomi dari para pihak yang menerima laporan atau data palsu tersebut .
2.         Penggelapan kas ( embezzlement cash), pencurian persediaan / asset (false) atau misleading catatan dan dokumen . Penggelapan kas adalah kecurangan dalam pengalihan hak milikm perorangan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai hak milik itu dimana pemilikan diperoleh dari suatu hubungan kepercayaan .
3.         Kecurangan computer(Computer fraud) meliputi tindakan illegal yang mana pengetahuan tentang computer adalah esensial untuk perpretation , investigation,atau  prosecution .
Dalam tabel berikut tipe kecurangan menurut Albrecht .W.Steve ( Fraud Examination ) :
Tabel 2.1 Tabel tipe kecurangan
Type of Fraud
Victim
Perpetrator
Explanation
Employee
embezzlement or
occupational fraud
Employers

Employees

Employees directly
or indirectly steal
from ther employers
Management fraud

Stockolders, and
other who rely on
financial statements
Top management

Top management
provides
misrepresentation,
usualy in financial
information
Investment scams

Investors
Individuals

Individuals trick
investors into putting
money into frodulent
investments
Vendor fraud

Organizations that
buy goods or
services

Organizations or
individual that sell
goods or services

Organizations
overcharge for
goods or service or
nonshipment of
goods, even though
payment is made.
Customers fraud

Organizations that
sell goods or
services

customers

Customers deceive
seller into giving
customers
something they
should not have or
charging them less
than they should.

Sumber : Fraud Examination ( page ;8 )

2.4   Perilaku Curang
            Secara umum ada tiga penyebab yang menjadi terjadinya fraud.Albrecht (2004), mengilustrasikan ketiga pemicu terjadinya fraud melalui segitiga fraud .Pertama ada dorongan (pressure) untuk melakukan fraud , seperti kebutuhan ekonomelakukan mi (ingin kaya,terpandang ,dihargai ,ekslusif) tanpa usaha yang signifikan .
               Kedua , adanya peluang (opotunity) harus memungkinkan seseorang melakukan fraud atau menutupi tindakan tidak jujur , Kekuasaan yang dimiliki dapat member peluang untuk melakukan fraud demi memenuhi kebutuhan ekonominya. Kelemahan pengendalian organisasi ,tidak adanya pengawasan ,dan tidak adanya tuntutan hukum dapat memuluskan jalan ke arah  kenikmatan fraud.
               Ketiga , rasionalisasi ,yaitu kemampuan untuk melakukan pembenaran melalui segala bentuk alasan dan pemanfaatan perundangan yang ada yang dapat menutupi kecurangan yang telah and akan dilakukan .Keberhasilan rasionalisasi dapat memicu perbuatan fraud yang lebih dashyat lagi.Kelangsungan hidup dalam iklim persaingan dapat menjadi motif untuk melakukan fraud .Saat kompetisi tajam dan ganas fraud dapat dengan segera menjadi solusi mujarab dan menjadi senjata ampuh , apalagi bila tidak terdeteksi , maka kesuksesan ini bagi pelakunya menjadi suatu prestasi yang harus terus ditingkatkan .
2.5   Bentuk-Bentuk  Fraud
                           Fraud bisa terjadi dalam berbagai berbagai bentuk(Sukrisno Agus :2004) antara lain:
Ø  Intentional misrepresentation , memberi saran bahwa sesuatu itu benar padahal itu salah ,oleh orang yang mengetahui bahwa sesuatu itu salah .
Ø  Negligent misrepresentation,pernyataan bahwa sesuatu itu salah oleh seseorang yang tidak mempunyai dasar yang kuat untuk menyatakan bahwa itu betul.
Ø  False promise,suatu janji yang dirikan tanpa keinginan untuk memenuhi janji tersebut
Ø  Employee fraud , kecurangan yang dilakukan seorang pegawai untuk menguntungkan dirinya sendiri.
Ø  Management fraud, kecurangan yang dilakukan oleh manajemen sehingga merugikan pihak lain termasuk pemerintah.
Ø  Organized crime, kejahatan dengan memanfaatkan teknologi computer , sehingga si pelaku bisa mentransfer dana dari rekening orang lain ke rekeningnya sendiri.
Ø  White collar crime ,kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasi (kalangan atas).
2.6   Skema Sistematik (Pola) Fraud
                     Ketiga jenis fraud yang diuraikan sebelumnya dapt dilakukan secara parsial atau bersama-sama tergantung dari waktu ,tempat dan kesempatan .Untuk melakukan ketiga jenis fraud  tersebut , pelaku memerlukan suatu skema atau pola sistematik . Skema ini diperlukan dalam perencanaan fraud ,dimulai dari transaksi ekonomi ,pendokumentasian ,pemprosesan sampai dengan pelaporan keuangan . Setiap pelaku fraud di dalam benaknya selalu berpikir ,bagaimana ,bilamana dan cara apa yamg tepat untuk melkuakn fraud . Skema fraud  yang direncanakan dapt dibag 3 ( tiga ) tahap , mengikuti skema siklus akuntansi yaitu : Pertama, fraud yang direncanakan pada tahap transaksi (input), kedua adalah pada tahap pemprosesan (proses) Laporan Keuangan, dan ketiga pada tahap Pelaporan Keuangan(output).
              Pertama, skema fraud pada tahap input , dapt dilakukan dengan pemalsuan dokumen, merekayasa dokumen fiktif ,menciptakan dokumen dokumen pendukung atau bukti-bukti trnsaksi fiktif ,menghilangkan transaksi-transaksi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan .
                           Contoh : Pembelian barang seharga 1 juta ,kwitansi yang dibuat 1,5 juta ,dibukukan dalam laporan keuangan juga 1,5 juta ,terdapat penggelembungan 0,5 juta (invoice kickback).Proyek senilai 1 milliar , pada kontrak dinyatakan 1,5 miliar ,dibukukan dalam  laporan keuangan 1,5 milliar, terdapat perampasan asset sebesar 0,5 milliar (misappropriation dalam bentuk kickback). Praktik illegal gratitude yaitu penyuapan untuk menciptakan transaksi .Dana suap dibuatkan dokumen untuk transaksi fiktif .Contoh penyuapan persetujuan anggaran di pemerintahan ,penyuapan untuk kebijakan pembelian,meskipun tidak diperlukan dan transaksi-transaksi lainnya.
              Kedua , skema fraud pada tahap proses ,dimana fraud dilakukan melalui pemanfaatan kelemahan pengendalian intern perusahaan ,pembuatan kebijakan operasional yang tujuannya untuk pembenaran kecurangan yang dilakukan ,pengubahan atau manipulasi catatan keuangan , penyalahgunaan prinsip-prinsip akuntansi ,penyusunan kebijakan dan prosedur yang menguntungkan , yang digunakan untuk mengukur ,menentukan dan mengungkapkan kejadian ekonomi dan transaksi bisnis.
                           Ketiga , skema fraud pada penyajian laporan keuangan , dilakukan dengan pengabaian kecukupan pengungkapan  dan atau memanfaatkan kelemahan-kelemahan Standar Akuntansi Keuangan dalam laporan keuangan . Penyesatan penyampaian informasi-infornasi pentinga yang menyangkut kondisi perusahaan yang sebenarnya , terutama pengungkapan mengenai kemungkinan adanya ketidakpastian masa depan , kemungkinan adanya kesulitan keuangan ,kegagalan perusahaan dan informasi-informasi penting lainnya yang harus diketahui oleh pembaca laporan.
              Schilit,(2002) mengemukakan fraud-fraud yang terjadi adalah :1.) mencatat transaksi palsu dan mengakui pendapatan fiktif ,2.)mencatat pendapatan fiktif dan  dengan sengaja tidak menetapkan pisah batas sehingga membiarkan terbukanya periode akuntansi,3.) mencatat dan melakukan manipulasi laba,4.) melakukan manipulasi pendapatan dan beban,5.) melakukan manipulasi utang ,6.) melakukan manipulasi pajak melalui pencatatan nilai persediaan ,7.) melakukan manipulasi pajak melalui pencatatan beban.
               Di sektor pemerintahan , fraud  dapat dilakukan dengan 1.)merealokasi antar mata anggaran belanja ,2.) tidak mencatat transaksi pendapatan ,3.)mencatat transaksi palsu,4.) melakukan penilaian aktiva yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya ,5.)penyajian pengungkapan yang sangat tidak memadai (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/II BPK RI tahun 2007).
2.7   Pencegahan Kecurangan
Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeleminir sebab- sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut.
Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila :
a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif.
          b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
          c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang  mengarah tindakan kecurangan.
d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku..
e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan , biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan.
f.  Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau radisi kecurangan
              Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu ; keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku. ( COSO: 1992)
Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara –cara berikut :
1) Membangun struktur pengendalian intern yang baik
Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan.
Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup menejemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 ( lima ) komponen yang saling terkait yaitu :
(1) Lingkungan pengendalian ( control environment ) menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.
Lingkungan pengendalian mencakup :
a. Integritas dan nilai etika
b. Komitmen terhadap kompetensi
c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit
d. Filosofi dan gaya operasi manajemen
e. Struktur organisasi
f. Pemberian wewenang dan tanggungjawab
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
(2) Penaksiran risiko ( risk assessment ) adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tuuannya, membentuk suatu dasar untuk menenetukan bagaimana risiko harus dikelola.
Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut :
a. Perubahan dalam lingkungan operasi
b. Personel baru
c. Sistem informasi yang baru atau diperbaiki
d. Teknologi baru
e. Lini produk, produk atau aktivitas baru
f. Operasi luar negeri
g. Standar akuntansi baru
(3) Standar Pengedalian ( control activities ) adalah kebijakan dari prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.
Kebijakan dan prosedur yang dimaksud berkaitan degan:
a. Penelaahan terhadap kinerja
b. Pengolahan informasi
c. Pengendalian fisik
d. Pemisahan tugas
(4) Informasi dan komunikasi ( information and communication ) adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dari waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggungjawab mereka. Sistem imformasi mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan untuk memelihara akuntabiltas bagi aktiva, utang dan ekuitas. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan.
(5) Pemantauan ( monitoring ) adalah proses menentukan mutu kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan disain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.
          2) Mengefektifkan aktivitas pengendalian
(1) Review Kinerja
Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman.
(2) Pengolahan informasi
Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum ( general control ) dan pengendalian aplikasi ( application control). Pengendalian umum biasanya mencakup pengendalian  atas operasi pusat data, pemerosesan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses, pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian ini berlaku untuk maiframe, minicomputer dan lingkungan pemakai akhir (end-user ) Pengendalian ini membantu menetapkan bahwa transaksi adalah sah, diotorisasi semestinya, da n diolah secara lengkap dan akurat.
(3) Pengengendalian fisik
Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodic dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali.
(4) Pemisahan tugas
Pembebanan tanggungjawab ke orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal
          3) Meningkatkan kultur organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
4) Mengefektifkan fungsi internal audit
Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan.

2.8     Pendeteksian Kecurangan
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, resiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya.
Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan.
Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu, perilaku / kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Red flag (Fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan. Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasar penggolongan kecurangan oleh ACFE tersebut di atas
1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).
Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:
– analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan kecurangan.
– analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentasepersentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi illegal lainnya.
– analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.
2. Asset Misappropriation (Penyalahgunaan aset).
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda.
Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan menunjukkan anomalies / gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan / memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang.
Jika struktur internal control sudah ditempatkan dan berjalan dengan baik, peluang adanya kecurangan yang tak terdeteksi akan banyak berkurang. Pemeriksa kecurangan harus mengenal dan memahami dengan baik setiap elemen dalam struktur pengendalian intern agar dapat melakukan evaluasi dan mencari kelemahannya.


3. Corruption (Korupsi),
Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi.
Orang-orang yang menerima dana korupsi ataupun penggelapan dana pada umumnya mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut:
The Big Spender
The Gift taker
The Odd couple
The Rule breaker
The Complainer
The Genuine need
Sedangkan orang yang melakukan pembayaran mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut:
The Sleaze factor
The too Succesful bidder
Poor quality, higher prices
The one-person operation





2.9   Kerangka Pikir
           Laporan keuangan adalah suatu produk dari akuntansi keuangan yang merekam semua transaksi ekonomi yang terjadi dalam suatu organisasi pada suatu periode tertentu dan disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku.Laporan ini digunakan oleh para pemakai yang disebut stakeholder untuk menghasilkan suatu keputusan dan kebijakan ekonomi,khususnya di bidang keuangan. Dalam proses pelaporan keuangan pihak pembuat atau pelapor  , kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud) bisa saja timbul.Fraud menurut ACFE dikelompokkan menjadi Corruption, Asset Misappropriation , dan Fraudulent Statement .
               Di Indonesia, berdasarkan berbagai studi kasus yang dilakukan lembaga-lembaga maupun kalangan yang berkompeten dalam kajian fraud,menunjukkan kasus-kasus fraud yang terjadi di sektor pemerintahan dan di perusahaan  khususnya  ,memiliki karakteristik yang berbeda . Perbedaan karakteristik ini dapat dilihat dari bentuk dan pola fraud yang menyebabkan kasus penyimpangan akuntanasi itu terjadi. Untuk mengetahi dan menggambarkan secara terperinci mengenai perbedaan bentuk dan pola fraud yang terjadi dalam pemerintahan dan dalam perusahaan maka dalam penelitian ini digunakan alat analisis komparatif deskriptif .Hasil penelitian ini diharapkandapat memberikan rekomendasi bagi para pihak pemakai Laporan Keuangan (baik manajemen maupun stakeholder) dalam melakukan pencegahan ataupun pendeteksian yang tepat dan akurat.
               Berdasarkan uraian di atas ,maka secara skematis kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
PIHAK PEMAKAI
(MANAJEMEN & STAKEHOLDER)
Skema 2.2. Kerangka Pikir
                  
                  
PELAPORAN KEUANGAN
INPUT,PROSES,OUTPUT
                                     
          
PERUSAHAN
ASSET MISAPPROPRIATION
CORRUPTION

FRAUD
KARAKTERISTIK FRAUD :
-          BENTUK
-          POLA
FRAUDULENT STATEMENT
PEMERINTAHAN
 








ANALISIS KOMPARATIF DESKRIPTIF
Keterangan:
REKOMENDASI
            Pihak yang memakai dan
           menggunakan Lap.Keuangan

BAB III
METODE PENELITIAN


3.1   Objek Penelitian
         Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah karakteristik fraud  dilihat dari  bentuk dan polanya dalam pelaporan keuangan antara perusahaan  dan pemerintahan yang telah dinyatakan fraud dalam pelaporan keuangannya oleh Lembaga yag berkompeten yaitu BPK RI yang dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan dan Bapepam

3.2       Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan  yang telah go public dan telah terindikasi serta dinyatakan fraud oleh Bapepam dan lembaga pemerintah yang telah diperiksa dan dinyatakan fraud oleh BPK RI .Sehingga dari kedua sektor tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak  perusahaan  ,dan  lembaga pemerintah.Jadi,jumlah keseluruhan populasi adalah
Penarikan sampel dilakukan dengan cara penarikan sampel purposive yaitu penarikan sampel dengan pertimbangan tertentu yang didasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian.Terdapat dua cara penarikan sampel purposive yaitu convenience sampling dan judgment sampling. Dalam penelitian ini digunakan penarikan sampel dengan cara  judgment sampling . Judgment sampling yaitu penarikan sampel berdasarkan penilaian terhadap karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Dengan demikian sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini,masing-masing 1(satu) sebagai perwakilan dari perusahaan swasta dan lembaga pemerintah yang mengalami kasus fraud. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
1.      Perusahaan yang telah diperiksa oleh Bapepam dan telah dinyatakan fraud,serta lembaga pemerintah yang telah diperiksa oleh BPK RI dan telah dinyatakan fraud.
2.      Sulitnya pendefinisian fraud, sehingga untuk menghindari pemberian data yang salah mengenai apakah kasus-kasus penyimpangan akuntansi baik yang dialami oleh perusahaan  maupun lembaga pemerintah termasuk kasus yang di dalamnya terdapat fraud atau tidak ,maka sampel yang diambil merupakan hasil pemeriksaan Bapepam maupun BPK RI yang mana keduanya memiliki kompetensi dan wewenang untuk menyatakan termasuk fraud atau tidaknya suatu kasus sehingga keakuratan data lebih dapat dipercaya dan lebih terjamin kebenaran .
3.      Setiap sampel penelitian ,memiliki kelengkapan data dalam laporan keuangannya,terutama yang menyangkut variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
                Berdasarkan pertimbangan diatas,maka sampel untuk penelitian ini dari sektor perusahaan  adalah      sedangkan sampel dari sektor pemerintahan adalah
3.3   Jenis Data dan Sumber Data
          3.3.1  Jenis Data
              Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif.Data kuantitatif adalah data yang disajikan berbentuk angka-angka ,seperti yang terdapat dalam hasil pemeriksaan atas laporan keuangan masing-masing sampel yang diteliti.Sedangkan data kualitatif adalah data yang disajikan tidak dalam bentuk angka-angka gambaran umum,sejarah singkat,struktur organisasi perusahaan dan data-data lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
                       Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data berupa informasi dan keterangan sekitar pembahasan yang didapatkan dari berbagai sumber tertulis dan dokumen –dokumen yang relevan.
          3.3.2  Sumber Data
                        Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data  yang diperoleh dari situs resmi BPK RI yaitu www.bpk.go.id, situs resmi Bapepam serta dari berbagai sumber lainnya yang relevan dengan  penelitian ini.
3.4   Metode Pengumpulan Data
                           Untuk memperoleh data-data yang diperlukan , penulis menggunakan pemgumpulan data dengan cara melakukan telaah dokumentasi atas dokumen –dokumen,laporan keuangan ,artikel-artikel serta berbagai literature  yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.5   Metode Analisis Data
               Untuk menjawab permalahan yang ada digunkanan metode analisis komparatif deskriptif yaitu untuk melakukan perbandingan dan memberikan gambaran mengenai pada perbedaan karakteristik fraud  dilihat dari  bentuk dan polanya dalam pelaporan keuangan antara perusahaan dan pemerintahan yang telah dinyatakan fraud dalam pelaporan keuangannya oleh Lembaga yang berkompeten yaitu BPK RI yang dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan dan hasil pemeriksaan Bapepam .
3.6   Defenisi Operasional
             Untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda-beda dari penelitian ini , maka dapat diuraikan defenisi operasional sebagai berikut :
1.    Pelaporan keuangan adalah seluruh rangkaian penyusunan laporan keuangan mulai dari perencanaan pada tahap transaksi ekonomi terjadi(input) , tahap pemprosesan (proses) Laporan keuangan serta pada tahap pelaporan keuangan  yang siap digunakan oleh pihak pemakai
2.    Perbedaan Karakteristik adalah mencakup perbedaan bentuk dan pola fraud yang terdapat dalam pelaporan keuangan antara perusahaan dan pemerintahan .
3.    Bentuk adalah jenis-jenis fraud yang biasa terjadi dalam perusahaan maupun dalam pemerintahan sedangkan pola adalah skema fraud yang mencakup proses dan tekhik fraud yang dilakukan oleh pelaku fraud baik fraud yang terjadi dalam perusahaan maupun dalam pemerintahan .
4.    Perusahaan adalah perusahaan yang secara struktur merupakan perusahaan yang tidak termasuk lembaga pemerintah serta  terdaftar dalam daftar pemeriksaan oleh Bapepam  dan telah atau pernah dinyatakan fraud dalam pemeriksaan laporan keuangannya pada suatu periode akuntansi.
5.    Pemerintahan adalah lembaga pemerintah yang berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI telah atau pernah dinyatakan fraud dalam pemeriksaan laporan keuangannya pada suatu periode akuntansi.
Skandal serupa juga ternyata juga terjadi pada perusahaan-perusahaan besar di Indonesia . Kasus PT Kimia Farma Tbk.,yaitu kesalahan  penyajian dalam laporan keuangan  mengakibatkan “overstated” laba pada laba bersih  untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2001 sebesar 32.7 miliar (press release Bapepam,27 Desember 2002).
               Fraud atas laporan keuangan PT AGIS Tbk., per 31 Desember 2006 ,khususnya Laporan Laba Rugi Konsolidasi ‘Overstated’ sebesar 29,4 miliar yang membukukan Penadapatn Lain-lain 17,46 miliar tanpa didukung bukti-bukti ,dan memnbukukan Pendapatan Lain-lain sebesar 11,9 milliar dengan prinsip akuntansi yang salah .Akibat hal itu PT AGIS Tbk., seharusnya membukukan rugi  bersih sebesar 18,7 milliar bukan laba bersih sebesar 10,7 milliar senbagaiamana Laporan Keuangan per 31 Desember 2006 (press release Bapepam,17 Desember 2007).
               Kasus yang juga tidak kalah curangnya adalah kasus pada manajemen PT Great River Interntional Tbk. dan pihak-pihak terkait ditemukannya adanya “overstatement” pada akun penjualan ,piutang dan aktiva tetap perseroan khususnya hasil emisi obligasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya (press release Bapepam,23 November 2005).
              Sayangnya ,fraud atas Laporan keuangan dari perusahaan ‘high profile’ di Pasar Modal Indonesia tersebut hanya dikategorikan sebagai ‘Pelanggaran Atas Laporan Keuangan  di Bidang Pasar M odal ‘  saja . Regulator dan Pengawas tidak pernah mengumumkan bahwa kejadian tersebut adalah ‘Kecurangan atas Laporan Keuangan’

Studi Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan program Posyandu yang tersebar luas di seluruh Indonesia merupakan wadah peran serta masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Hal ini sesuai dengan program dan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, khususnya Posyandu sebagai salah satu unit terkecil dari pelayanan kesehatan masyarakat.

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) adalah sistem pelaksanaan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya dan merupakan wadah komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis, yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program Keluarga Berencana (KB), program gizi, Imunisasi dan program pemberantasan penyakit diare maupun berbagai program pengembangan lainnnya yang terkait dengan kegiatan masyarakat (Anonim, 1989).

Untuk mewujudkan program dan kebijakan pemerintah tersebut maka diperlukan suatu program pelaksanaan yang efektif, sistematis dan terpadu serta memperhitungkan situasi dan kondisi masyarakat setempat yang mempengaruhi jalannya program.

Mengingat pentingnya peran Posyandu khususnya pada saat ini dalam menanggulangi gizi buruk melalui revitalisasi posyandu, maka dilakukan upaya-upaya antara lain pemberdayaan kader melalui pelatihan kadeer posyandu, hal ini dimaksudkan agar kader posyandu dapat meningkatkan kinerjanya untuk malayani sasaran dan mengelola Posyandu secara efektif.

Program Posyandu yang telah berjalan beberapa tahun ternyata kinerjanya menurun, hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia, dan juga karena pelaksanaan kegiatan Posyandu yang bersifat rutin dan kurang menarik sehingga menimbulkan kejenuhan para kader dan pengelola posyandu yang dibentuk dari upaya pengamanan sosial setempat dalam menghadapi kesulitan sebagai panutan setempat. Untuk itulah menjadi tugas kita semua untuk mengaktifkan kembali potensi kemasyarakatan ini agar selalu ada dan siap melayani masyarakat secara efektif terutama kepada balita dan anak-anak seperti diare, radang paru-paru (pnemonia), kurang gizi dan sebagainya yang mudah diatasi dan bahkan dicegah asal di diagniosa sedini mungkin.

Berbagai program yang dilakukan di Posyandu meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Gizi, Imunisasi dan pemberantasan penyakit diare. Wujud kelima program tersebut adalah pemberian pelayanan yang bermutu bagi terpeliharanya kesehatan ibu dan anak mulai dari saat ibu hamil, pertolongan pada saat persalinan dan pelayanan bagi kesehatan dan pertumbuhan anak.

Pemerintah menyadari sepenuhnya akan pentingnya pelaksanaan program masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak seluruh pelosok tanah air. Hal ini dapat dilihat dari upaya pemerintah dan masyarakat dalam membangun sarana Posyandu. Upaya-upaya ini ditujukan untuk meningkatkan mutu palayanan kesehatan kepada segenap anggota masyarakat, khususnya dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak, menurunkan angka kelahiran serta meningkatkan kesadaran untuk berperilaku hidup sehat.

Di Sulawesi Tenggara pada tahun 2004 jumlah posyandu aktif mengalami penurunan yang cukup berarti yaitu 1.745 unit (23.2%) dari jumlah posyandu yang ada sebanyak 2.271 unit. Dari hasil analisis perkembangan posyandu diperoleh hasil tingkat perkembangan posyandu sebagai berikut : Posyandu Pratama sebanyak 442 unit (24,3 %), Posyandu Madya sebanyak 645 unit (37,2%), Posyandu Purnama sebanyak 549 unit (31,650%) dan Posyandu Mandiri sebanyak 121 unit (6,9%) (Dinkes Provinsi Sultra).

Di Kecamatan Baruga upaya peningkatan mutu pelayanan Posyandu kepada masyarakat telah dijalankan dengan pelaksanaan program posyandu. Hasil upaya peningkatan mutu tersebut terlihat cukup menggembirakan dimana dalam lima tahun terakhir di Posyandu angka kematian ibu dan anak semakin menurun. Namun hasil masih perlu adanya usaha untuk lebih menurunkan angka kelahiran serta upaya meningkatkan kesadaran untuk berperilaku hidup sehat.

Berdasarkan data dan pengamatan penulis Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga pada tahun 2007 jumlah posyandu tercatat 18 unit dengan strata sebagai berikut : Posyandu Pratama berjumlah 3 unit, Posyandu Madya berjumlah 4 unit, Posyandu Purnama jumlah 10 unit, dan Posyandu Mandiri 1 unit, sedangkan jumlah kader tercatat sebanyak 123 orang (Sumber : Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga 2008).

Berdasarkan data yang diperoleh pada posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga pada tahun 2008 proses pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) mencakup dua kegiatan, yaitu pelaksanaan penyuluhan KB dengan realisasi pencapaian kegiatan sebesar 51,3%, proses pelayanan penggunaan kontrasepsi mencapai 80% dan proses pelayanan ulang peserta Keluarga Berencana mencapai 91,7%. Proses pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak meliputi dua kegiatan, yaitu pemeriksaan ibu hamil mencapai 70% dan pemeriksaan bayi dan anak balita mencapai 91,5%. Untuk proses kegiatan perbaikan gizi keluarga mencakup penimbangan balita mencapai 100%, pemberian makanan tamabahan mencapai 30,5% dan proses pelaksanaan penyuluhan gizi mencapai 40,5%. Untuk kegiatan imunisasi mencakup proses penyuluhan imunisasi mencapai 60,7% proses pelaksanaan imunisasi bayi dan anak balita mencapai 70,3% dan pelaksanaan imunisasi ibu hamil mencapai 50,1%. Untuk proses kegiatan penanggulangan penyakit diare mencakup proses penyuluhan penyakit diare mencapai 50% dan proses demonstrasi pemakaian dan pembuatan oralit/LGG mencapai 40%.

Secara teknis pelaksanaan program posyandu yang mendukung upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan telah berjalan sesuai dengan petunjuk kenyataan menunjukkan bahwa hasil pelaksanaan berbagai program yang meliputi Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, Imunisasi dan pemberantasan penyakit diare belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dengan dasar itulah maka penulis telah melakukan penelitian dengan judul ”Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2009”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka permasalahan yang akan dijawab dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil pelayanan kesehatan ibu hamil di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

2. Bagaimana hasil pelayanan Perbaikan Gizi di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

3. Bagaimana hasil pelayanan imunisasi di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

4. Bagaimana hasi pelayanan pemberantasan penyakit diare di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui evaluasi hasil Kegiatan posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui hasil pelayanan Kesehatan Ibu Hamil di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

b) Untuk mengetahui hasil pelayanan Perbaikan Gizi di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

c) Untuk mengetahui hasil pelayanan imunisasi di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

d) Untuk mengetahui hasil pelayanan pemberantasan penyakit diare di posyandu wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat atau output yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis, memberikan masukan dan pertimbangan kepada pelaksana program Posyandu di Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

2. Manfaat praktis, memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya sekaligus menambah kemampuan ilmiah penulis sesuai dengan disiplin ilmu administrasi kesehatan.

3. Bagi peneliti lainnya, data hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan dengan objek yang relevan.

4. Bagi penulis, dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan berfikir dalam rangka mengimplementasikan teori yang selama ini diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Evaluasi

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah suatu prosedur kompleks yang melibatkan pelayanan paripurna : kegiatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Holistik : jasmani, rohani, sosial, dan lingkungan masyarakat berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi, iman dan takwa : Kedokteran, Antropologi, Sosial ekonomi, Agama, budaya, Hukum, Politik dan sebagainya. Dengan demikian, evaluasi pelayanan kesehatan adalah bersifat multidimensional mencakup riwayat penyakit, proses pelayanan, sasaran, efisiensi, efektivitas, dimensi-dimensi mutu dan sistem pelayanan (Wijono, 1999).

a. Pengertian

Penilaian (evaluasi) adalah kegiatan untuk membandingkan antara hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditentukan. Penilaian merupakan alat penting untuk membantu pengambilan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan untuk membantu pengambulan keputusan sejak tingkat perumusan kebijakan maupun pada tingkat pelaksanaan program. Menurut WHO, berdasarkan pengalaman dan mempergunakan pelajaran yang dipelajari untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan serta meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan seleksi yang seksama untuk kegiatan masa mendatang (Wijono, 1999).

Perkumpulan ahli kesehatan masyarakat Amerika (American Public Health Association) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Proses ini paling sedikit mencakup langkah-langkah memformulasikan tujuan, mengidentifikasikan kriteria yang tepat yang akan dipakai mengukur sukses, menentukan dan menjelaskan besarnya sukses dan rekonendasi untuk porgram selanjutnya. Jadi, ada dua unsur konseptual penting dalam definisi ini yaitu nilai atau besarnya sukses dan tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan secara operasional yang penting dalam defenisi ini adalah kriteria dan menentukan serta menjelaskan bersarnya sukses (Mantra, 1997).

Klineberg mendefenisikan evaluasi sebagai suatu proses yang memungkinkan administrator mengetahui hasil programnya dan berdasarkan itu mengadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan secara efektif. Jadi, menurut klineberg evaluasi itu tidak sekadar menentukan keberhasilan atau kegagalan tetapi juga mengetahui mengapa keberhasilan atau kegagalan itu terjadi dan apa yang bisa dilakukan terthadap hasil-hasil tersebut (Manira, 1997).

b. Jenis Evaluasi Program dan Mengukur Hasilnya

Untuk evaluasi porgram kesehatan masyarakat, Dr. George James (1962) menekankan empat kategori yaitu (a) usaha (effect), (b) penampilan (performance), (c) kecukupan penampilan (adequacy of performance) dan (d) efisiensi (efficiency) yang oleh Schulberg dkk dalam Wijono (1999) disarikan sebagai berikut :

2.1 Evaluasi formatif yaitu suatu evaluasi yang dilaksanakan pada tahap pengembangan program, jadi sebelum program dimulai, evaluasi formatif ini akan dipergunakan untuk mengembangkan program agar program bisa sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran.

2.2 Evaluasi proses adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural dari program. Evaluasi proses ini menilai apakah elemen-elemen spesifik seperti fasilitas, staf, tempat atau pelayanan sedang dikembangkan atau diberikan sesuai rencana.

2.3 Evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang memberikan pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu. Ini memungkinkan pengambilan kebijkan merencanakan dan mengalokasikan resources.

2.4 Evaluasi dampak program adalah suatu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pada terget sasaran.

c. Kerangka evaluasi

Sebelum melaksanakan evaluasi, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:

3.1 Yang diintervensi memang bisa berubah. Evaluasi hanya akan berguna kalau masalah yang diintervensi bisa berubah. Kalau tidak, maka evaluasi akan tidak ada gunanya sama sekali.

3.2 Indikator. Dalam evaluasi perlu ditetapkan indikator-indikator yang bisa diukur untuk menentukan apakah kegiatan berhasil atau gagal.

3.3 Prinsip dasar intervensi. Kualitas suatu evaluasi dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa prinsip yaitu karena majemuknya perilaku manusia itu, maka seringkali diperlukan lebih dari satu intervensi untuk bisa terjadinya perubahan.

3.4 Target sasaran yang jelas. Evaluasi yang dilakukan dengan mengukur perubahan-perubahan pada target populasi. Target populasi ini dapat berupa organisasi atau individu. Kalau yang dievaluasi adalah organisasi, maka evaluasi menidentifikasi dan menganalisa masalah-masalah organisasi, mengamati proses pemberian pelayanan oleh organisasi tersebut untuk mencapai tujuan organisasi tersebut dan terus mengikuti luaran yang dihasilkan untuk mengukur kemajuan pencapaian tujuan (Depkes. RI, 2004).

d. Evaluasi Input (Masukan)

Evaluasi yang tepat dan baik memungkinkan kita mentafsirkan hasil akhir evaluasi secara akurat. Seringkali efektivitas suatu program sangat menurun karena intervensi yang tepat tidak dilaksanakan atau bisa juga karena intervensi yang tepat itu dalam pelaksanaannya tidak diarahkan pada target sasaran yang tepat atau bisa juga karena kedua-duanya. Bila suatu program dievaluasi secara baik, maka hal-hal tersebut di atas dapat diketahui pada tahap awal dan ini sangat penting untuk memahami hasil akhir suatu evaluasi program tersebut. Sealin itu evaluasi input memberikan juga informasi yang penting untuk diffusi dan perluasan program (Mantra, 1997).

e. Evaluasi Proses

Evaluasi proses adalah suatu proses yang memberi gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan struktural daripada program. Evaluasi proses ini menilai apakah elemen-elemen spesifik seperti fasilitas, staf, tempat atau pelayanan sedang dikembangkan atau diberikan sesuai rencana (Mantra, 1997).

Evaluasi proses mencakup pencatatan dan penggambaran kegiatan-kegiatan program tertentu yaitu tentang apa, seberapa banyak, untuk siapa, kapan dan oleh siapa. Evaluasi proses juga mencakup monitoring frekuensi partisipasi terget sasaran dan dipergunakan untuk memastikan frekuensi dan luasnya inplementasi program atau elemen program tertentu. Data untuk evaluasi ini diperoleh dari staf, konsumen atau evaluator luar mengenai kualitas dari rencana inplementasi dan tentang ketepatan isi, metode, materi, media dan instrumen (Mantra, 1997).

f. Evaluasi Output (Hasil)

Suatu evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau perbaikan dalam morbiditas, mortalitas, atau indikator status kesehatan lainnnya untuk sekelompok penduduk tertentu. Mengingat penyakit-penyakit kronis dewasa ini. Mungkin indikator status kesehatan bukan titik akhir dari suatu program kesehatan, kecuali kalau program cukup sumber daya dan berlangsung terus untuk beberapa tahun (Azwar, 1996).

B. Evaluasi Pada Program Kesehatan

Evaluasi program kesehatan perlu senantiasa dilaksanakan secara rutin dimaksudkan untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rencana yang telah dibuat maupun tolak ukur yang telah ditetapkan. Pada umumnya evaluasi dilaksanakan terhadap program-program pembangunan kesehatan ditingkat kabupaten atau kota, rumah sakit swasta serta penilaian terhadap puskesmas dengan instrumen stratifikasi Puskesmas.

Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan adalah suatu prosedur yang kompleks dengan banyak melibatkan kegiatan preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif yang dikoordinir secara administratif yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, ekonomi, hukum, manajemen, sosial, perilaku dan kendala-kendala politis. Dengan demikian evaluasi adalah bersifat multidimensi dan kompleks.

a. Batasan Evaluasi Pelayanan Kesehatan

Evaluasi pelayanan kesehatan dapat didefenisikan adalah ketetapan formal dari efektivitas, efisiensi dan akseptibiliti dari intervensi yang direncanakan dalam mencapai sasaran (obyektif) yang ditetapkan (Walter. W. Holland) dalam Wijono (1999).

Efektivitas dari intervensi adalah sautu ukuran dari outcome secara teknis dari segi medis, psikologi dan sosial. Dengan demikian evaluasi pelayanan kesehatan adalah suatu issu kompleks yang meliputi evaluasi program, ketenagaan dan sumber daya lain dalam suatu sistem pelayanan kesehatan yang kompleks sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.




Gambar 1. Model Program Pelayanan Kesehatan (Wijono, 1999)

b. Aspek-Aspek Evaluasi Pelayanan Kesehatan

Beberapa aspek yang berhubungan dengan sistem pelayanan kesehatan antara lain adalah :

2.1 Formulasi sasaran

Formulasi sasaran program kesehatan seharusnya adalah jelas, karena tanpa adanya sasaran yang jelas tidak dapat dilakukan monitoring dan tidak dapat dievaluasi. Sasaran hendaknya dapat diukur dan mengandung kriteria-kriteria evaluasi.

2.2 Needs (kebutuhan)

Pada tingkat dasar kebutuhan untuk pemeliharaan kesehatan adalah jumlah dari kebutuhan-kebutuhan individu dalam masyarakat atau perbedaan antara tingkat kesehatan sesungguhnya dengan tingkat optimal kesehatan, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan sumber daya. Namun membuat prioritas dari kebutuhan adalah penting dalam perencanaan.

2.3 Want (keinginan)

Pada saat seseorang individu mengenali kebutuhannya untuk pemeliharaan kesehatan dalam hal ini sebagai keinginan atau kemauan (Wants). Keinginan atau kemauan yang jelas dibatasi persepsi dari individu ia mungkin tidak sadar pelayanan tertentu adalah diterima atau keadaan dapat diobati. Sebaiknya mungkin pengobatan secara religi lebih diinginkan daripada pengobatan modern.

2.4 Demand (permintaan)

Keinginan atau kemauan (want) yang diterjemahkan ke dalam perilaku mencari pelayanan kesehatan disebut permintaan atau tuntutan (demands). Permintaan adalah suatu fungsi dari kebutuhan (needs) dan faktor-faktor lain termasuk kemampuan pelayanan dan keadaan sosial ekonomi seperti income, kelas dan besar keluarga.

2.5 Utilization (penggunaan)

Evaluasi pengguanaan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia perlu dilakukan agar pelayanan dapat diketahui apakah efisien dan efektif atau tidak terjadi pemborosan yang tidak diinginkan.

2.6 Acceptability (akseptabiliti)

Dapat diterimanya pelayanan kesehatan oleh masyarakat adalah sangat penting meskipun sering mengabaikan aspek pelayanan kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan tidak dapat diterima, kemudian tanpa menghiraukan efektivitas dan efisiensinya ini mungkin gagal untuk mencapai sasaran yang ditentukan apabila masyarakat menolak menggunakannya.

2.7 Acceptance (penerimaan)

Penerimaan (acceptance) dapat didefinisikan sebagai proses sosial oleh seseorang individu atau kolektif dari penerimaan pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang menentukan penerimaan pelayanan kesehatan termasuk variabel fisik dari ketentuan pelayanan kesehatan seperti aksesabiliti dan kemampuan serta aspek kognitif seperti kesadaran dari eksistensi program pemeliharaan kesehatan dan persepsi terhadap sakit dan resiko.

2.8 Kemamuan penerimaan

Aksesabiliti berhubungan dengan siapa orang (pasien, dokter atau orang dalam risiko) yang seharusnya menerima pelayanan kesehatan atau paparan terhadap resiko kesehatan. Ini ditetapkan oleh konsep tentang kemanan dan resiko, norma dari paparan, pengaturan perlindungan, paparan yang diizinkan atau diabaikan dan kesejahteraan.

C. Tinjauan Umum Tentang Posyandu

1. Pengertian Posyandu

Posyandu adalah singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu. Keterpaduan adalah penyatuan/ penyerasian dinamis kegiatan dari paling sedikit daua program untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Dengan dinamis dimaksudkan bahwa keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas. Keterpaduan dalam aspek sasaran, lokasi kegiatan, petugas penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya. Kini keterpaduan lebih dikembangkan untuk penyerasian dinamis berbagai program yang berkaitan dan mempunyai dampak peningkatan taraf kesehatan dan pembangunan kesejahteraan rakyat pada umumnya (Idrus M, 2006 : 2).

Posyandu merupakan wadah peran serta masyarakat dalam pemenuhan dasar dan gizi melalui peran serta masyarakat dan penyediaan pelayanan yang berkualitas. Posyandu diselenggarakan dan dikelola oleh masyarakat desa dengan bimbingan berkala dari Puskesmas. Kegiatan posyandu mendapat dukungan teknis dari Departemen kesehatan, BKKBN, Pertanian, Agama dan bantuan financial dari pemerintah daerah setempat, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat (Idrus M, 2006 : 3).

Dalam revitalisasi kegiatannya yaitu pelatihan pelatih dan kader, peningkatan jangkauan pelayanan, peningkatan peran serta masyarakat dan membangun kemitraan. Optimalisasi kegiatan posyandu, pelayanan terutama pada Baduta dan memperkuat dukungan pendampingan dan pembinaan oleh tenaga profesional dan tokoh masyarakat. Kegiatan utaman yang minimal pada posyandu adalah Kesehatan Ibu dan Anak, Imunisasi, Gizi dan Penanggulangan diare serta kegiatan pengembangan pilihan lainnya sesuai dengan wilayahnya (Idrus M, 2006 : 4).

Stratifikasi Posyandu berdasarkan atas dasar indikator, yang digolongkan menjadi 4 angkatan Kemandirian Posyandu atau stratifikasi yang dijelaskan dalam tabel berikut :

No

Indikator

Pratama

Madya

Purnama

Mandiri

1

Frekuensi Penimbangan

<>

> 8

> 8

> 8

2

Rerata jumlah Kader bertugas

<>

> 5

> 5

> 5

3

Rerata cakupan D/S

<>

<>

> 50%

> 50%

4

Cakupan Kumulatif KB

<>

<>

> 50%

> 50%

5

Cakupan Kumulatif KIA

<>

<>

> 50%

> 50%

6.

Cakupan Kum. Imunisasi

<>

<>

> 50%

> 50%

7

Program Tambahan

( - )

( - )

( + )

( + )

8

Cakupan Dana Sehat

<>

<>

> 50%

> 50%

(Idrus M, 2006 : 4)

Dalam rangka menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, dalam pelita IV telah dikembangkan pendekatan partisipasi masyarakat berupa Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Posyandu tersebut membina masyarakat untuk berusaha menolong mereka sendiri dalam melaksanakan 5 program prioritas yang mempunyai dampak besar dalam menurunkan angka kematian bayi bumil dan balita (Anonim, 1998 : 15).

Posyandu sebagai wujud peran serta masyarakat, yang bekerja sama dengan petugas kesehatan, dilaksanakan setiap bulan dengan cara melaksanakan di posyandu yaitu dengan menggunakan 5 meja, 4 meja di gunakan oleh kader posyandu, dan 1 meja digunakan oleh petugas kesehatan.

Selain 5 program posyandu, kegiatan bulanan di posyandu juga merupakan kegiatan yang bertujuan untuk (Anonim, 2003 : 1) :

a. Membantu pertumbuhan berat badan bayi dan anak balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS).

b. Memantau perkembangan dan kesehatan ibu hamil.

c. Memberikan konseling gizi, memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar, KB, serta penanggulangan diare.

Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita setiap bulan, di dalam KMS berat badan balita setiap bulan di isikan dengan titik dan dihubungkan garis sehingga membentuk grafik pertumbuhan anak. Berdasarkan garis pertumbuhan ini dapat di nilai apakah berat badan anak hasil penimbangan dua bulan berturut-turut naik (N) atau tidak naik (T) dengan cara ditetapkan dalam buku pada panduan penggunaan KMS bagi petugas kesehatan. Selain informasi N dan T, dari kegiatan penimbangan di catat pula pada jumlah anak yang datang ke Posyandu dan ditimbang (D), jumlah anak yang tidak ditimbang bulan lalu (O), jumlah anak yang baru pertama kali di timbang (B), dan banyaknya anak yang berat badannya di Bawah Garis Merah (BGM). Catatan lain yang ada di wilayah kerja posyandu (S), dan jumlah yang memiliki KMS pada bulan yang bersangkutan (K).

Data yang tersedia di posyandu dapat dibagi menjadi dua kelompok sesuai dengan fungsinya (Anonim, 2003 : 1) yaitu :

a. Kelompok data yang digunakan untuk penentuan pertumbuhan balita baik untuk : a) penilaian keadaan pertumbuhan individu (N atau T dan BGM) dan b) penilaian keadaan pertumbuhan balita di suatu wilayah (% N/D).

b. Kelompok data yang digunakan untuk tujuan pengelolaan program/kegiatan di posyandu (% D/S dan % K/S).

Posyandu merupakan penyatuan/penyerasian dinamis kegiatan-kegiatan dari program KIA, KB, Imunisasi, gizi serta penanggulangan Diare, untuk saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama. Posyandu adalah suatu tempat untuk mengadakan suatu kegiatan pelayanan dan penimbangan balita.

Posyandu adalah forum komunikasi, ahli teknologi dan ahli kelola untuk upaya-upaya kesehatan kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya sebagai upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar hidup sehat. (Sciartino, 1999 dalam Hayati 2005).

2. Tujuan Posyandu

Tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera NKKBS) dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan. Fungsi posyandu secara umum yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sedangkan sasaran posyandu yaitu bayi (0 – 1 tahun), anak Balita (1 – 4 tahun), ibu hamil, melahirkan dan menyusui, PUS (Pasangan Usia Subur) dan kelompok sasaran lain seperti Wanita Usia Subur, Calon Pengantin, Usila dan Remaja (Idrus M, 2006 : 3).

3. Manfaat Posyandu

Manfaat dari posyandu secara umum yaitu :

3.1.1 Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

3.1.2 Memperoleh bantuan sarana professional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait kesehatan ibu dan anak.

3.1.3 Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait.

3.1.4 Mendapatkan informasi terdahulu tentyang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.

4. Posyandu dalam Sistem 5 Meja

Kader Posyandu merupakan pelaksanaan teknis di Posyandu yang menjadi bagian dari indikator kemandirian posyandu yang melaksanakan kegiatan rutin di posyandu dalam sistem 5 meja, yaitu melaksanakan di 4 meja. Tugas kader dalam rangka penyelenggaraan posyandu, dibagi dalam 3 kelompok yaitu :

4.1 Tugas sebelum hari buka posyandu atau disebut juga pada H-Posyandu, yaitu berupa tugas-tugas persiapan oleh kader agar kegiatan pada hari buka posyandu berjalan dengan baik yaitu meliputi :

4.1.1 Menyiapkan alat dan bahan yaitu : alat penimbang, kartu Menuju Sehat (KMS), alat peraga, alat pengukur, alat pengukur lila, obat-obatan yang dibutuhkan (pil besi, vitamin A, oralit, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan), bahan/materi penyuluhan dan lain-lain.

4.1.2 Mengundang dan menyelenggarakan pertemuan di masyarakat, yaitu memberitahu ibu-ibu untuk datang di posyandu, serta melakukan pendekatan tokoh yang bisa membantu memotivasi masyarakat untuk datang ke posyandu.

4.1.3 Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas diantara kader posyandu baik untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan.

4.2 Tugas pada hari buka posyandu atau disebut juga tugas pada hari H Posyandu yaitu berupa tugas-tugas untuk melaksanakan pelayanan 5 meja, yaitu meliputi :

4.2.1 Meja – 1, terdiri dari tugas-tugas berikut :

4.2.1.1 Mendaftarkan bayi dan anak balita, yaitu menuliskan nama balita pada KMS dan secarik kertas yang diselipkan pada KMS.

4.2.1.2 Mendaftarkan ibu hamil, yaitu mencatat nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil.

4.2.2 Meja – 2 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut :

4.2.2.1 Menimbang bayi dan anak balita

4.2.2.2 Mencatat hasil penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan pada KMS.

4.2.3 Meja – 3 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut :

4.2.3.1 Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita secarik kertas ke dalam KMS anak tersebut

4.2.4 Meja – 4 terdiri dari tugas-tugas sebagai berikut :

4.2.4.1 Menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasarkan data kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS kepada ibu dari anak yang bersangkutan.

4.2.4.2 Memberikan penyuluhan kepada setiapibu dengan mengacuh pada data KMS anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah yang dialami sasaran.

4.2.4.3 Memberikan rujukan ke puskesmas apabila diperlukan, untuk balita, ibu hamil dan menyusui berikut ini :

a. Balita : apabila berat badannya di bawah garis merah (BGM) pada KMS, 2 kali berturut-turut berat badannya turun, kelihatannya sakit (lesuh, kurus, busung lapar, mencret, rabun mata, dan sebagainya).

b. Ibu hamil atau menyusui apabila keadaannya kurus, pucat, bengkak kaki, pusing terus-menerus, pendarahan, sesak nafas, gondokan,dan sebagainya

c. Orang sakit

4.2.4.4 Memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar oleh kader posyandu misalnya pemberian pil tambahan darah (pil besi), vitamin A, oralit, dan sebagainya.

4.2.5 Meja – 5 merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKS, PPL, dan lain-lain, pelayanan yang diberikan antara lain yaitu, pelayanan konseling gizi, pelayanan imunisasi, pelayanan keluarga berencana (KB), pengobatan, pemberian pil tambahan darah (zat besi), vitamin A, dan obat-obatan lainnya.

4.2.5.1 Tugas sesudah posyandu atau disebut juga pada H+ posyandu, yaitu berupa tugas-tugas sesudah posyandu yaitu meliputi :

a. Memindahkan catatan dalam Kartu Menuju Sehat ke dalam buku register atau buku bantu kader.

b. Menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan pada posyandu pada bulan berikutnya.

c. Kegiatan diskusi kelompok (penyuluhan) bersama ibu-ibu yang lokasi rumahnya berdekatan misalnya : kelompok dasawisma.

4.2.5.2 Kegiatan kunjungan rumah/penyuluhan (perorangan) sekaligus untuk tindak lanjut dan mengajak ibu-ibu datang ke posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.

5. Indikator Posyandu

Kemajuan kegiatan Posyandu dapat diukur dari aspek input/masukan, proses, keluaran output dan dampak outcome sebagai berikut :

5.1 Masukan (Input)

5.1.1 Jumlah kader terlatih

5.1.2 Ketersediaan sarana timbangan, KMS/Buku KIA dan register posyandu

5.1.3 Adanya dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat, pemerintah dan lembaga donor untuk kegiatan posyandu.

5.2 Proses

5.2.1 Frekuensi Posyandu Buka

5.2.2 Rata-rata Kader

5.2.3 D/K

5.2.4 Frekuensi kunjungan petugas ke posyandu

5.3 Keluaran (Output)

5.3.1 Adanya pelayanan kesehatan kegiatan minimal di 5 meja

5.3.2 Adanya penimbangan

5.3.3 Adanya penyuluhan

5.4 Hasil/Dampak (Outcome)

5.4.1 Meningkatkan status gizi balita

5.4.2 Berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak cukup naik

5.4.3 Berkurangnya prevalensi penyakit anak (ISPA, Cacingan dll)

5.4.4 Berkurangnya prevalensi anemia ibu hamil dan menyusui

5.4.5 Mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik ditingkat keluarga

5.4.6 Mantapnya kesinambungan posyandu.

6. Pengertian KMS

KMS ialah alat untuk mencatat dan mengamati perkembangan kesehatan anak yang mudah dilakukan oleh para ibu. Hasil penimbangan anak setiap bulan adalah pada Kartu Menuju Sehat (KMS), dimana terdapat grafik pertumbuhan (Suhardjo, 2003). Juga dapat diartikan sebagai ”Rapor” kesehatan dan gizi (catatan riwayat kesehatan dan gizi) balita (Depkes RI, 1996).

6.1 Tujuan penggunaan KMS adalah :

6.1.1 Tujuan umum

Mewujudkan tumbuh kembang dan status kesehatan balita secara optimal.

6.1.2 Tujuan khusus

Sebagai alat bantu bagi ibu atau orang tua dalam memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan balita yang optimal. Sebagai alat bantu dalam memantau dan menentukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan balita yang optimal. Sebagai alat bantu bagi petugas untuk menentukan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi kepada balita.

6.2 Interprestasi grafik pertumbuhan dan saran tindak lanjut

Tabel. 2

Interprestasi Pada Sekali Penimbangan

Keadaan berat badan

Arti

Tindak lanjut

Di Bawah Garis Merah

Anak kurang gizi tingkat sedang dan berat

· Perlu pemberian makanan tambahan atau PMT yang diselenggarakan oleh orang tua atau petugas kesehatan

· Perlu penyuluhan gizi seimbang

· perlu dirujuk untuk pemerikasaan dokter

Pada daerah dua pita warna kuning (di atas garis merah)

Anak kurang gizi ringan

· Ibu dianjurkan untuk memberikan PMT pada anak balitanya di rumah

· Perlu penyuluhan gizi seimbang

Pada dua pita warna hijau muda dan dua warna hijau tua di atas pita kuning

Anak dengan berat badan normal/baik

· Beri dukungan pada ibu untuk tetap memperhatikan dan mempertahankan status gizi anak

· Beri penyuluhan gizi seimbang

Dua pita warna hijau muda ditambah dua pita warna kuning (paling atas) dan selebihnya di atas pita warna hijau tua

Anak mempunyai kelebihan berat badan

· Konsultasi dokter

· Penyuluhan gizi seimbang

· Konsultasi ke klinik gizi/pojok gizi di puskesmas

Tabel. 3

Interprestasi dua kali Penimbangan atau lebih

Keadaan berat badan

Arti

Tindak lanjut

Berat badan naik atau meningkat

Anak sehat, gizi cukup

· Penyuluhan gizi seimbang

· Beri dukungan pada orang tua untuk mempertahankan kondisi anak

Berat badan tetap

Kemungkinan terganggu kesehatannya dan atau mutu gizi yang dikonsumsi tidak seimbang

· Pemberian makanan tambahan

· Penyuluhan gizi seimbang

· Konsultasi ke dokter atau petugas kesehatan

Berat badan berkurang atau turun

Kemungkinan terganggu kesehatannya dan atau mutu gizi yang dikonsumsi tidak seimbang

· Pemberian makanan tambahan

· Penyuluhan gizi seimbang

· Konsultasi ke dokter atau petugas kesehatan

Titik berat badan dalam KMS terputus-putus

Kurang kesadaran untuk berpartisipasi dalam pemantauan tumbuh kembang anak

· Penyuluhan dan pendekatan untuk meningkatkan kesadaran berpartisipasi akatif dalam pemantauan tumbuh kembang anak

(Depkes RI, 2000)

Langkah-langkah mencatat Kartu Menuju Sehat yaitu mencatat nama posyandu, identitas anak dan orang tua pada tabel dalam KMS.

7. SKDN

SKDN merupakan hasil kegiatan penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan dalam bentuk histogram sederhana.

S : Jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu

K : Jumlah anak yang telah menjadi anggota kelompok penimbangan yang telah memiliki KMS

D : Jumlah anak yang datang dan ditimbang bulan itu

N : Jumlah anak yang timbangannya naik di bandingkan dengan timbangan pada bulan sebelumnya

Berdasarkan SKDN dari bulan ke bulan disimak untuk mengetahui kemajuan program perbaikan gizi. Naik turunnya D atau S dapat diinterprestasikan sebagai tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan di posyandu, sedangkan naik turunnya N terhadap S dapat diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan mencapai tujuan program dalam kegiatan UPGK di posyandu (Suhardjo 2003).

SKDN adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN, dimana balok tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita yang memiliki KMS (K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita yang ditimbang dan naik berat badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil posyandu yang dimuat di KMS dan digunakan untuk memantau pertumbuhan balita (Depkes RI, 2003).

Dari uraian SKDN dapat digabungkan satu sama lain sehingga dapat memberikan informasi tentang perkembangan kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di posyandu yaitu :

7.1 Indikator K/S

K/S adalah indikator yang menggambarkan jangkauan atau liputan program. Indikator ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah balita yang dapat di posyandu dan memiliki KMS dengan jumlah balita yang ada di wilayah posyandu tersebut dikalikan 100%.

7.2 Indikator D/S

D/S adalah indikator yang menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan di posyandu.

7.3 Indikator N/D

N/D adalah memberikan gambaran tingkat keberhasilan program dalam kegiatan UPGK di posyandu. Indikator ini lebih spesifik dibanding dengan indikator lainnya sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dasar gizi balita

7.4 Indikator N/S

N/S adalah memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan program di posyandu. Indikator ini menunjukkan balita yang ditimbang dan naik berat badannya.

8. Kader Posyandu

8.1 Defenisi Kader

Kader adalah bagian dari masyarakat dan bukan dari puskesmas atau instansi lain, yang berfungsi untuk melayani masyarakat atau dalam artian kader sebagai pelayan sekaligus sebagai penerima pelayanan yang mau dan mampu secara sukarela. Untuk itulah diperlukan pembinaan, pembimbingan, pengarahan dan pelatihan. (Sciartino, 1999 dalam Jayati 2005).

8.2 Peran Pelayanan Kader Posyandu

8.2.1 sebagai penyelenggara kegiatan bulanan di posyandu

8.2.2 Melaksanakan pendaftaran balita

8.2.3 Melaksanakan penimbangan balita

8.2.4 Melaksanakan pencatatan hasil penimbangan

8.2.5 Memberikan penyuluhan

8.2.6 Membicarakan hasil kegiatan dan mencoba mengatasi masalah yang ditemukan

8.2.7 Mengusahakan dukungan masyarkat untuk melancarkan pelaksanaan posyandu melalui swadaya masyarakat.

8.2.8 Melaporkan kelengkapan alat dan bahan serta masalah yang timbul kepada kepala desa sebagai penggerak utama masyarakat dalam kegiatan posyandu kegiatan yang dilakukan yaitu :

8.2.8.1 Sebagai motivator bagi masyarakat dalam kegiatan posyandu

8.2.8.2 Membantu penyelenggaraan pertemuan-pertemuan

8.2.8.3 Melakukan penyuluhan bagi sasaran yang tidak hadir di posyandu untuk diberikan saran. (Hotmaida, 1992 dalam Jayati 2005).

Sciartino (1999) posyandu adalah forum komunikasi alih teknologi dan alih kelola untuk upaya-upaya kesehatan kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar hidup sehat, oleh karena itu bukanlah perpanjangan atau perluasan dari Puskesmas kendati puskesmas bertanggung jawab dalam membina posyandu. Jika kita telaah dari segi pengorganisasian maupun pencapaian programnya maka dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu :

1. Posyandu Pratama (warna merah)

Posyandu tingkat pertama adalah posyandu yang belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kadernya tidak aktif, keadaan ini dianggap ”gawat” sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar lagi.

2. Posyandu Madya (Warna Kuning)

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali pertahun. Dengan rata-rata jumlah kader tugas sebanyak lima orang atau lebih, akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, GIZI, dan Imunisasi), masih rendah yaitu kurang dari 50% ini berarti kelestarian porgram posyandu sudah tak baik tetapi masih rendah cakupannya. Untuk itu perlu dilakukan pergerakan masyarakat, secara intensif serta penambahan program yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Intervensi untuk posyandu madya ada dua yaitu :

a) Pelatihan tema dengan modul eksolasi posyandu yang sekarang sudah dilengkapi dengan metode simulasi.

b) Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SDM dan MMD) untuk melakukan identifikasi masalah dan mencari penyelesaiannya termasuk menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat untuk melaksanakan hal ini dengan baik, dapat digunakan acuan buku pedoman ”pendekatan kemasyarkatan” yang diterbitkan oleh di bina peran serta masyarakat Departemen kesehatan.

3. Posyandu Purnama (Warna Hijau)

Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari delapan kali pertahun, rata-rata kader tugs lima orang atau lebih cakupan lima program utamanya (KB, KIA, GIZI, dan imunisasi), lebih dari 50% sudah ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana. Intervensi pada posyandu ditingkat ini adalah penggarapan dengan pendekatan PKMD, untuk mengarahkan masyarakat untuk menentukan sendiri pengembangan program posyandu.

4. Posyandu Mandiri (Warna Biru)

Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan lima program utama sudah bagus, ada program dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Untuk posyandu tingkat ini intervensinya adalah pembinaan dana sehat, yaitu diarahkan agar dana sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM (Depkes RI Tahun 1997).

Menurut Yuniarni (1999), program prioritas yang dilaksanakan diposyandu ada 5 (lima) yaitu :

1. Keluarga Berencana

1.1 Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang KB

1.2 Motivasi KB

1.3 Pelayanan kontrasepsi bagi calon peserta

1.4 Pelayanan ulang peserta KB

1.5 Pembinaan dan pengayoman peserta KB termasuk upaya pengalihan ke jenis kontrasepsi yang lebih mantap

1.6 Pendataan dan pemetaan

1.7 Pencatatan dan pelaporan

2. Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)

2.1 KIE tentang KIA

2.2 Pemeriksaan ibu hamil dalam rangka penjaringan ibu hamil dengan resiko tinggi dengan menggunakan kartu monitoring ibu hamil

2.3 Identifikasi ibu hamil dengan resiko tinggi

2.4 Pemeriksaan bayi dan anak balita

2.5 Pemeriksaan ibu nifas dan ibu menyusui

2.6 Pencatatan dan pelaporan

2.7 Rujukan kasus-kasus yang sulit ke puskesmas

3. Perbaikan gizi

3.1 Penyuluhan tentang gizi

3.2 Monitoring pertumbuhan balita dengan kartu menuju sehat (KMAS)

3.3 Pemberian makanan tambahan dan mendidik menu seimbang

3.4 Pemberian vitamin A dosis tinggi

3.5 Pemberian tablet besi (Fe) bagi ibu hamil

3.6 Penanggulangan balita dengan gizi kurang atau buruk dan ibu hamil dengan gizi kurang atau buruk

3.7 Pencatatan dan pelaporan

4. Imunisasi

4.1 Penyuluhan tentang imunisasi dan efek samping

4.2 Melaksanakan imunisasi BCG, DPT, Polio dan Campak pada bayi dan balita

4.3 Melakukan imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu hamil

4.4 Pencatatan dan pelaporan

5. Penanggulangan diare

5.1 Penyuluhan tentang penyakit diare

5.2 Memasyarakatkan pemakaian oralit atau larutan gula garam dan cara pembuatannya.

5.3 Penyuluhan dan pongobatan kasus diare

5.4 Rujukan kasus-kasus dengan dehidrasi ke puskesmas

Manfaat keterpaduan posyandu meliputi :

a. Tiap program dapat mencapai hasil optimal walaupun sumberdayanya terbatas dan juga dapat diperoleh hasil bersama yang lebih baik

b. Masyarakat memperoleh kemudahan pelayanan paripurna disuatu tempat sekaligus dengan program yang berjalan sendiri-sendiri masyarakat akan memperoleh pelayanan setelah upaya berulang kali, sehingga terjadi pemberosan waktu, tenaga, dana dan sarana.

c. Dicapai peningkatan hasil guna (efektivitas), daya guna (efisiensi), dan sumber daya program (tenaga, dana dan sarana)

d. dapat dihindari pemborosan waktu dan sumber daya di masyarakat.

Cakupan pelayanan dapat diperluas sehingga mempercepat terwujudnya peningkatan derajatr kesehatan ibu, bayi dan anak balita serta terwujudnya NKKBS.

D. Deskripsi Tentang Kebijakan Kesehatan Melalui Kegiatan Posyandu

Salah satu upaya untuk meningkatkan perbaikan gizi masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian kegiatannya dilaksanakan di posyandu. Konsep upaya perbaikan gizi keluarga pertama kali diperkenalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1967 melalui UNICEF yang lebih dikenal dengan ”Program Gizi Sedunia” (Dipo, 1990).

Menurut Tarwodjo (1996) bahwa dasar pemikiran yang melandasi konsep PBB tersebut sehingga melancarkan kampanye berbaikan gizi sedunia adalah :

1. Melihat mutu kehidupan manusia di sebagian belahan dunia semakin merosot akibat kemiskinan dan keterbelakangan sosial

2. Hasil riset menunjukkan bahwa merosotnya mutu kehidupan manusia baik individu, keluarga maupun masyarakat dengan gejala antara lain : (1) angka kematian pada bayi dan anak, (2) ketergantungan pertumbuhan badan, (3) menurunnya daya kreativitas, (4) terlambatnya pertumbuhan mental dan kecerdasan serta timbulnya berbagai jenis penyakit yang dapat menghambat gerak pembangunan adalah akibat kekurangan gizi.

3. Karena itu mutu kehidupan cenderung menurun dan perlu ditanggulangi secara massal melalui usaha perbaikan gizi keluarga.

Untuk menindak lanjuti program gizi sedunia tersebut, maka pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia pada tahun 1980 memperkenalkan program tersebut dengan istilah ”Usaha Perbaikan Gizi Keluarga” (UPGK). Titik berat5 dari program ini adalah penyuluhan gizi dengan menggunakan pesan-pesan sederhana, pelayanan gizi, pemanfaatan lahan pekarangan yang secara keseluruhan kegiatan ini merupakan usaha peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana serta program-program lainnya.

Di Indonesia program posyandu mulai dilaksanakan pada tahun 1985 dan dikembangkan melalui program akselerasi pada tahun 1987 dengan sasaran 85%a anak balita terjangkau oleh pelaksanaan Posyandu (Anonim, 1989).

Dengan beriorentasi pada pemikiran tersebut di atas, maka secara operasional pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia pada tahun 1985 memperkenalkan suatu unit pelayanan dasar dan terpadu yang disebut ”Posyandu” dan terus dikembangkan di Indonesia termasuk di Kecamatan Baruga Kota Kendari Sultra. Tujuannya adalah meningkatkan mutu kehidupan masyarkat dalam rangka memepercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang merupakan salah satu tujuan pokok posyandu (Adityatma, 1998).

Program-program Posyandu dewasa ini merupakan kegiatan yang memasyarakatkan dan hampir dijumpai diseluruh desa-desa di semua propinsi di Indonesia. Hal ini menandakan bahwa program posyandu disadari oleh masyarakat sehigga perlu dipelihara mutu pelayanannya dalam arti yang luas yakni tersedianya sarana dan prasarana yang dapat dijangkau masyarakat serta tersedianya tenaga terampil dan profesional. Program-program posyandu yang terus dikembangkan dan dilaksanakan meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), perbaikan gizi, Imunisasi, dan pemberantasan Penyakit diare.

E. Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Usaha pelayanan kesehatan masyarakat yang telah lama dikembangkan oleh pemerintah adalah posyandu. Posyandu merupakan unit pelayanan dasar dan terpadu yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia sangat dirasakan manfaatnya. Hal ini terlihat sejak pertama kali program ini diluncurkan hingga sekarang memberikan manfaat yang maksimal dalam arti yang luas walaupun di sisi lain terus dilakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempurnaan, terakhir dengan Surat Edaran Mentri Dalam Negeri Nomor 411.3/536/SJ tanggal 3 Maret 1999 tentang Revitalisasi Posyandu.

Dalam modul pengembangan Posyandu tahun 1989 dijelaskan bahwa Posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya dan merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu yang dinamis, seperti halnya antara kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Perbaikan Gizi, Imunisasi dan pemberantasan penyakit diare yang fungsi pelayanannya senantiasa terus ditingkatkan.

Adapun program kegiatan pokok yang terdapat dalam posyandu adalah sebagai berikut :

1. Program Keluarga Berencana (KB)

Dengan lahirnya Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang perkembangan Penduduk dan Pengembangan Keluarga Sejahtera, maka gerakan Keluarga Berencana Nasional diperluas dimensi dan muatan kegiatannya menjadi gerakan pembangunan keluarga sejahtera. Keberhasilan Program Keluarga Berencana Nasional selama pembangunan jangka Panjang I dan II telah membawa pengaruh yang besar terhadap kegiatan program Keluarga Berencana pada masyarakat umum maupun di mata dunia International.

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang pembangunan kependudukan sebagaimana yang disebutkan di atas menjelaskan bahwa pengertian Keluarga Berencana adalah kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahann keluarga, peningkatan kesejahteraan dan kesehatan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program Keluarga Berencana adalah suatu program yang diarahkan untik meningkatkan kesejateraan Ibu dan Anak dalam rangka mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yanga sejahtera melalui pengendalian pertumbuhan penduduk. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukarni (1994) bahwa kegiatan Keluarga Berencana diarahkan pada pengembangan keluarga sehat sejahtera, yaitu dengan makin diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera melalui kegiatan penyuluhan dan motivasi para pasangan usia subur dan generasi muda serta pelayanan media Keluarga Berencana.

2. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Salah satu program yang paling terintegrasi dengn program Keluarga Berencana dalam upaya miningkatkan kualitas hidup yang penting adalah program peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Usaha peningkatan kesehatan ibu dan anak memang perlu mendapat perhatian, khususnya bagi wilayah-wilayah pedesaan yang terpencil. Hal ini searah dengan pandangan Aditatma (1998), bahwa di wilayah-wilayah pedesaan di Indonesia, tingkat kematian ibu dan anak masih tinggi bahkan merupakan penyebab kematian utama. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan (SDK) pada tahun 1998, diperoleh data bahwa penyebab utama kematian ibu dan anak/bayi adalah tetanus (19,3%), gangguan perinatal (18,4%), diare (15,6%) dan infeksi saluran pernafasan (14,4%). Sedangkan penyebab utama kematian ibu adalah pendarahan (12,6%) infeksi (19,3%) dan keracunan kehamilan (16,8%).

Berdasarkan data di atas, masalah kematian ibu dan anak perlu ditangani melalui suatu upaya yang terpadu antara upaya pembangunan kesehatan dengan prioritas penurunan tingkat kembatian ibu dan anak.

Adityatma (1998) bahwa kematian ibu hamil, antara lain disebabkan oleh pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur, pertolongan persalinan yang kurang bersih, banyak kehamilan pada usia terlalu muda dan terlalu tua (sebelum umur 20 tahun, atau lebih dari 35 tahun).

Upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, memerlukan suatu program yang menyeluruh, baik memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu melalui pembinaan dan peningkatan gizi, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi keluarga. Menurut Soewardjo (1990) mengemukakan bahwa penempatan bidan-bidan di desa dalam jumlah yang besar dan pembangunan sarana Puskesmas dan Posyandu, belum cukup dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak tanpa dibarengi dengan melalui peningkatan pendidikan, perbaikan hidup (kesejahteraan) dan perbaikan lingkungan.

Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa program kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan yang memadai bagi kesehatan ibu dan anak, harus mencakup usaha-usaha terpadu antara program Keluarga Berencana dan program perbaikan gizi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya peningkatan gizi dalam keluarga.

3. Program Perbaikan Gizi

Pemberdayaan keluarga melalui revitalsasi usaha perbaikan gizi dan pemberdayaan masyarakat melalui revitalisasi posyandu merupakan strategi utama dalam Gerakan Nasional Pembangunan Masalah Pangan dan Gizi.

Defenisi gizi sering dihubungkan dengan infeksi melalui berbagai cara: 1) pengaruh nafsu makan, 2) kehilangan makanan karena diare, 3) pengaruh metabolisme makanan serta cara lain yang langsung berhubungan dengan persoalan gizi. Dengan demikian secara umum defenisi gizi merupakan awal dari gangguan definisi sistem kekebalan (adyatma, 1998).

Secara kasar WHO pada tahun 1985 memperkirakan bahwa 100 anak balita menderita defisiensi gizi berat seperti marasmus. Sedangkan anak dengan defenisi gizi dan gejala-gejala ringan diperkirakan meliputi jumlah yang lebih banyak lagi. Gizi kurang dan infeksi kedua-duanya dapat bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dan sanitasi buruk.

Untuk mengantisipasi bertambah buruknya status gizi masyarakat pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 8 Tahun 1999 tentang Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi. Pada intinya Gerakan Nasional ini bertujuan untuk menggali berbagai potensi yang ada pada keluarga dan masyarakat untuk memenuhi kecukupan pangan di tingkat keluarga dan peduli Asih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi.

Salah satu bentuk operasional yang sangat layak untuk dilaksanakan adalah pelatihan dan penyegaran kader posyandu. Kader tumpuan pemberdayaan masyarakat dan keluarga perlu dibekali secara lebih efektif sehingga persoalan gizi masyarakat dapat ditanggulangi bersama.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Gie (1997) menjelaskan pengertian efektivitas sebagai suatu usaha sistem rencana atau kegiatan yang telah dilakukan dalam suatu kondisi atau jangka waktu tertentu bagi kepentingan tertentu. Dengan demikian maka upaya untuk meningkatkan perbaikan gizi masyarakat harus dilaksanakan lebih efektif dan sebagian kegiatannya dilaksanakan di Posyandu.

4. Program Imunisasi

Salah satu upaya agar anak-anak jangan sampai menderita suatu penyakit adalah dengan jalan memberikan imunisasi. Dipo (1990) menjelaskan bahwa dengan imunisasi itu tubuh akan membuat zat anti dalam jumlah cukup banyak, sehingga anak tersebut kebal atau imun terhadap penyakit. Jadi tujuan imunisasi adalah membuat anak kebal terhadap penyakit sehingga jika anak tersebut kemasukan kuman bibit penyakit, anak tersebut akan tetap sehat tidak jatuh sakit atau hanya sakit ringan, sehingga terhindar dari kematian dari segala sisi yang menyebabkan suatu cacat tubuh seumur hidup (misalnya kelumpuhan sebagai akibat penyakit folio).

Bahan yang dipakai untuk merangsang pertumbuhan zat anti bodi tersebut disebut sakit yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (vaksin, BCG, DPT dan Campak) atau melalui mulut (Vaksin Polio). Oleh karena itu imunisasi juga dapat vaksinasi yang berarti memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah penyakit tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai imunisasi menurut Sciartino (1999) antara lain :

A) Zat anti yang terbentuk pada imunisasi bersifat spesifik yang berarti zat anti yang berbentuk pada imunisasi polio khususnya mencegah polio demikian pula zat anti yang berbentuk imunisasi BCG khususnya mencegah penyakit TBC.

B) Pada imunisasi DPT dan polio, imunisasi dasar diperlukan pemberian vaksin 3 kali, karena ada pemberian yang pertama zat anti yang berbentuk sangat sedikit. Pada manusia imunisasi pertam ini terjadi pengenalan (recongnition) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh yang membuat zat anti, pada imunisasi ke dua dan ke tiga terbentuk zat anti yang cukup dan mencapai puncaknya pada hari kesepuluh melewati kadar minimal yang diperlukan untuk melindungai tubuh.

Kadar zat anti ini setelah suntikan ke dua sedikit demi sedikit akan menurun, setelah 6 – 12 bulan akan turun melalui kada proteksi yang minimal. Suntikan ketiga harus diberikan 4 – 5 blan setelah imunisasi kedua. Setelah imunisasi ketiga ini akan terbentuk zat anti yang cukup lama. Reaksi pembentukan zat anti setelah imunisasi ketiga ini tidak dipengaruhi oleh jangka waktu antara pemberian imunisasi kedua dan ketiga. Jangka antara imunisasi kedua dan ketiga terlalu lama akan mendapat satu masa dimana anak tidak dapat perlindungan karena kadar zat anti dan di bawah kadar proteksi minimal.

5. Program Penanggulangan Penyakit Diare

Departemen Kesehatan tahun 1987 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyakit diare adalah buang air besar lebih sering dari biasanya atau lebih dari 3 kali dalam sehari dan bentuknya encer, bahkan dapat berupa air saja kadang disertai dengan muntah.

Penanggulangan yang harus dilakukan bial bayi/anak balita menderita diare adalah sebagai berikut :

a. Membuat larutan oralit

b. Bila larutan oralit tidak ada, maka buatlah LGG (Larutan Gula Garam)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa cara pemberian oralit/LGG pada penderita diarre adalah :

a. Minumkan larutan oralit/LGG sebanyak dia mau bila habis buatkan lagi dengan cara yang sama.

b. Bila bayi masih menetek, maka pemberian ASI tetap diberikan berselang saling dengan larutan Oralit/LGG.

c. Perlu memperhatikan umur bayi

Untuk mencegah penyakit diare, dapat dilakukan melalui cara-cara pencegahan sebagai berikut :

a. Gunakan sumber air minum yang sehat, yaitu air sumur gali yang baik, air perpipaan, air sumur pompa tangan.

b. Jarak sumur dengan jamban (kakus) yang sehat sebaiknya 8 – 10 meter

c. Buang air besar pada jamban (kakus) yang sehat, jangan buang air besar disembarang tempat.

d. Kebersihan perorangan harus dijaga dalam kehidupan sehari-hari

e. Makan makanan yang bergizi (tidak perlu mahal-mahal) dan untuk bayi agar diberi ASI sampai umur 2 tahun.

KERANGKA PEMIKIRAN




Gambar 1. Skema Bagan Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan observasi, yaitu untuk melihat gambaran tentang keadaan yang ada pada objek penelitian dengan senantiasa mengacu pada variabel-variabel yang diteliti.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama satu bulan setelah surat izin penelitian dikeluarkan oleh Badan Riset Daerah

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah kader posyandu yang bertugas pada posyandu di wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo Kecamatan Baruga yang berjumlah 123 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian populasi yang ditetapkan sebagai sasaran penelitian. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik ”purposive sampling” (Notoatmodjo, 2002) yaitu dengan cara menetapkan langsung populasi untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Dengan demikian sampel adalah dari 18 Posyandu diambil masing-masing 4 kader setiap posyandunya. Jadi jumlah sampel secara keseluruhan 72 orang.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh melalui observasi langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner, serta melakukan pengamatan langsung di setiap posyandu yang berada di wilayah kerja puskesmas Lepo-Lepo.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari instansi terkait dengan penelitian ini yaitu puskesmas Lepo-Lepo dan Dinas Kesehatan Kota Kendari.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan alat bantu elektronik, komputer sehingga menghasilkan tabel dan narasi tentang pelaksanaan kegiatan Posyandu di Wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga.

2. Analisis Data

Untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian ini maka analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kulaitatif yaitu menggambarkan secara sistematis mengenai program Posyandu yang dilakukan selama ini sesuai dengan kenyataan yang ada.

F. Defenisi Operasional dan Kriteria Obyektif

Untuk memperjelas arah penelitian ini, maka penulis memberikan defenisi operasional sebagai berikut :

1. Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu

Evaluasi hasil kegiatan posyandu adalah penilaian terhadap hasil kegiatan pelaksanaan Posyandu yang selama ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga. Indikator kegiatan yang digunakan adalah realisasi hasil pencapaian pelayanan, rata-rata kunjungan ke Posyandu dan perkembangan jumlah masyarakat yang memanfaatkan jasa Posyandu

2. Hasil Pelayanan Perbaikan Gizi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bayi pemberian makanan tambahan sampai dengan pelaksanaan penyuluhan gizi di Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

2.1 Baik, bila target yang dicapai lebih dari 80%

2.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%

3. Hasil pelayanan imunisasi yang dimaksud adalah rangkaian kegiatan penyuluhan tentang imunisasi sampai dengan pelaksanaan imunisasi pada bayi dan balita di Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

3.1 Baik, target yang dicapai lebih dari 80%

3.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%

4. Hasil pelayanan pemberantasan diare adalah rangkaian kegiatan penyuluhan tentang penyakit diare sampai dengan kegiatan memasyarakatkan pemakaian oralit/larutan gula garam dan cara pembuatannya di Posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

4.1 Baik, bila target yang dicapai lebih dari 80%

4.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%

5. Hasil pelayanan ibu hamil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rangkaian kegiatan pemeriksaan ibu hamil sampai pada jumlah kunjungan yang dilakukan di posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Kriteria Obyektif :

5.1 Baik, bila target yang dicapai lebih dari 80%

5.2 Tidak baik, bila target yang dicapai kurang dari 80%.

DAFTAR PUSTAKA

Adyatma, 1998. Pembangunan Kesehatan di Indonesia dan Permasalahannya. Depkes. Jakarta

Anonim, 1998. Modul peranan PLKB dalam Pengembangan Posyandu, BKKBN. Jakarta.

Arikunto, Suharsini, 1996. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Jakarta : Erlangga

Depkes, 2000. Panduan Pelatihan Kader Posyandu. Dirjen PPM dan L Depkes. RI Jakarta

, 2004. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang Kesehatan. Jakarta

,1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992. Jakarta : Depkes RI.

,1997. Pedoman Manajemen Peran Serta Masyarakat. Depkes RI Jakarta.

, 1987. Pedoman Pembinaan Keluarga Sehat Melalui Posyandu Gersamata. Sultra : Proyek PKM Kanwil Depkes.

Dikes Sultra, 2007. Status Gizi Kabupaten/Kota. Provinsi Sultra.

Dipo, Bachrun, 1990. Pedoman Pelaksanaan UPGK. Depkes RI

Effendy, Nasrul, 1985. Perawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Buku Kedokteran ECG.

Gie, The Liang, 1977. Istilah-Istilah Administrasi. Bina Aksara. Jakarta

Idrus, M. 2006: Pelatihan Program Gizi Dinkes Propinsi Sultra, Kendari

Narbuko C, 2003. Metodologi Penelitian. PT. Bumi Karsa, Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rindia Cipta.

, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.




Sciartino R, 1999. Menuju Kesehatan Madani. Penerbit PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sukarni, Mariyati, 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Kanisius. Bogor.

STIK Avicenna, 2003. Pedoman Akademik STIK Avicenna Kendari. Kendari : STIKA

Wijono, S. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Airlangga University Press. Surabaya

William, Dunn N, 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.




DAFTAR OBSERVASI

Jenis Posyandu :

Tempat Posyandu :

Nama Desa/Kelurahan :

No

Kegiatan Posyandu

Hasil Tahun 2009

Target Tahun 2009



Angka

%

Angka

%

1.

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak






Ibu hamil






Bayi






Balita






Ibu menyusui





2.

Pelayanan Perbaikan Gizi






D/S (jumlah seluruh balita yang ditimbang)






N/D (jumlah bayi yang naik timbangannya)






Gizi baik






Gizi kurang






Gizi kurang





3.

Pelayanan Imunisasi






Pada bayi :






Imunisasi BCG






Imunisasi Hepatitis






Imunisasi Polio






Imuisasi Campak






Pelayanan Imunisasi pada ibu hamil






Imuisasi TT (Tetanus Toxoid)





4.

Pelayanan pemberantasan penyakit






Pembuatan oralit






Cara pemakaian oralit








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... .... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. .... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................... .... 1

B. Rumusan Masalah....................................................................... .... 5

C. Tujuan Penelitian......................................................................... .... 5

D. Manfaat Penelitian...................................................................... .... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum Tentang evaluasi.................................................. .... 8

B. Evaluasi Pada Program Kesehatan.............................................. .... 13

C. Tinjauan Umum Tentang Posyandu.................................................. 17

D. Deskripsi Tentang Kebijakan Kesehatan Melalui

Kegiatan Posyandu..................................................................... .... 37

E. Program Pos Pelayanan Terpadu ............................................... .... 40

F. Kerangka Pemikiran................................................................... .... 48

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian............................................................................ .... 49

B. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... .... 49

C. Populasi dan Sampel................................................................... .... 49

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data............................................... .... 50

E. Pengolahan dan Analisis Data...................................................... .... 50

F. Defenisi operasional dan kriteria obyektif..................................... .... 50

DAFTAR PUSTAKA





Proposal Penelitian

Studi Evaluasi Hasil Kegiatan Posyandu